Jumat, 16 Maret 2012

Layaknya Membaca Buku dan Berpindah ke Bab Baru

Keringat membanjiri tubuhku. Tersenggal-senggal nafasku seiring detak jantung yang belum teratur. Masih terasa sekali sakit yang menyerang badanku, dari perut hingga ke bawah. Namun, sakitnya sudah berkurang ketika perjuanganku seketika berhasil. Kebahagiaan menggantikan semua kesusahan, apa lagi memandang wajah lega orang di sekelilingku.

Aku sempat tertidur hingga beberapa jam kemudian ketika dia memasuki ruang putih berbau obat-obatan ini. Wajahnya bangga dan takjub. Dia menghampiriku dan memperlihatkan seorang perempuan kecil yang terlelap di rengkuhannya. Masih merah, rapuh, dan... apa ini, ada sesuatu yang menjerit-jerit dari dalam dadaku. Perasaan rindu maha dahsyat yang sudah ku pendam sejak 9 bulan lalu. Aku ingin menyentuhnya. 

Kini, sosok itu berada di pelukanku. Orang-orang memberiku selamat atas predikat baruku. Akhirnya, aku dapat merasakan apa yang dulu ibuku rasakan saat membawaku ke dunia. Dia, lelakiku, menyentuh wajahku yang masih menyisakan ringisan. Dikeluarkannya sebuah laptop dari tas-nya, lalu dia menunjukkan sesuatu padaku.

"Ada yang menelponku, dia ingin mengucapkan selamat untukmu."

"Siapa?" Tanyaku.

"Sebentar lagi kau akan tahu, tunggulah."

Beberapa menit kemudian tampak wajah seseorang yang tak lagi asing, wajah yang sedari dulu mengisi hidupku, dan aku merindukannya sejak kepergiannya hampir setahun lalu. Aku yakin, dari webcam ini, dia dapat melihat wajah rindu, bahagia, dan kelelahan sekaligus.

"Hai, Nisya! Dan hai, Nisya kecil! Akhirnya kau datang," sapanya.

"Eda!"

"Ya. Aku tahu kabarmu dari Ryry, lalu aku menelponnya untuk dapat melihatmu."

"Bagaimana kabarmu?"

"Musim semi di sini."

"Lalu, kapan kamu bisa menengok gadis kecil ini?"

"Belum dapat ku pastikan, namun jangan sungkan untuk memintaku menyumbang nama," Eda tertawa.

"Kalau begitu, pikirkan."

"Tentu saja, sekali lagi selamat menjadi seorang ibu. Aku bangga padamu. Aku harus masuk kelas sekarang, lain waktu kita lanjutkan."

"Hati-hati. Segeralah pulang, kami menunggu."

Ryry kembali menutup layar laptopnya. Dia meraih bayiku dari pelukanku dan membiarkanku beristirahat. Setelah ku cium pipi makhluk mungil itu, dan setelah Ryry mengecup keningku, aku kembali terlelap. Aku mencium wangi bayi, mengantarkanku pada mimpi indah bahkan dalam periode awal lelapku. Aku bermimpi dilingkupi oleh kebahagiaan dalam sebuah kehidupan yang sederhana, dalam rumah kecil berwarna salem  dan berjendela kaca besar-besar. Rumah yang di depannya ditumbuhi pohon apel yang tiba-tiba berbuah lebat saat aku keluar pintu dengan menggendong perempuan kecilku. Lalu, di belakangku ada Ryry yang selalu siap menopang lemahku, juga melengkapi sisa umurku. Di balik kebahagiaan itu, akan datang seorang yang akan selalu ku tunggu, sahabat kecilku. Menemuiku, dan bersedia menggendong Nisya kecilnya.

Ini bukan mimpi, namun hal yang harus kuraih dalam dunia nyataku. Thank you my man, love you my little girl, going back soon, Eda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar