Rabu, 12 Desember 2012

A Document

The twelfth day of last month in this year.

November has gone, but it's still rain all over day after day.

This is my month, just 12 days to go until my 24th bday

Growing old, oh!

I still do a correction for some script, yeah as my old job

I still do love some items, some genre of movies and songs, and still play some old stories

The new but not surprised thing is that i was back to being addicted again with plant versus zombie game

But oh, i almost never do some writings in my blogs again, sadly.

Maybe i can fix some points to make it changes or grows better in the newly year


Sincerely


Me, not zombies in your lawn
=))

Jumat, 30 November 2012

Bulan ke-18

Sudah terlambat sebenarnya. Tapi, begitu membuka blog ini dan melihat tulisan mengenai peringatan bulan ke-17, agak kurang rasanya bila tidak menulis;

Selamat bulan ke-18 (tanggal 16 November kemarin) . . .

Delapan belas bulan berarti satu setengah tahun ya (: Selamat menempuh bulan baru yang pastinya akan sama seperti hari-hari sebelumnya atau justru akan semakin berat. Kebetulan, tanggal 16 kemarin kita lagi bareng, jadinya memang tidak acara surat-menyurat seperti biasa. Ucapannya bisa dikatakan langsung dan hadiahnya adalah kebersamaan kita saat itu. Terima kasih untuk 18 bulan terakhir. Kira-kira 18 bulan lalu hubungan kita sedang seperti apa hayooo . . . :))

Oia, untuk apa yang didengar dari sekeliling semoga bisa dijadikan acuan dalam bertindak selanjutnya. Semoga tidak membuat kita justru menjauh karena menjadi bukan diri kita sendiri seperti sebelumnya. Berterimakasihlah atas itu (ngomong sama diri sendiri) . . .

Untuk semua yang telah memberatkanmu (termasuk antar jemput stasiun saat gue datang #justkiding hehehe.. maksudnya segala perilaku gue terhadap lo) maaf ya *:

Selamat dan love you *hug

Senin, 12 November 2012

Pendidik dan Kekerasan

Bila mendengar kata "pahlawan" kebanyakan dari kita akan berpikir tentang orang-orang yang berjuang di medan perang untuk memperjuangkan hak bersama atau mempertahankan integritas bangsa. Pahlawan memang identik dengan usaha mewujudkan kemerdekaan atas penindasan apa pun itu, baik penjajahan, pembodohan, atau pembatasan hak mutlak individu. Kini, tentu makna pahlawan telah mengalami perluasan seiring dengan perkembangan zaman. Kita yang sudah dihadiahi kemerdekaan oleh para pendahulu tentu saja tinggal menikmati hasilnya. Negara merdeka, pengakuan dunia, dan bahkan kerja sama menguntungkan dengan negara-negara yang pernah menjajah sebelumnya. Namun, bukan berarti istilah pahlawan hanya dapat disandang oleh orang-orang yang berperang pada masa dulu. Justru sekarang, kita dapat melebarkan maknanya, bahkan menjadi pahlawan itu sendiri tanpa harus berperang melawan kebatilan.

Dulu, para pemuda harus memanjat hotel Yamato, Surabaya, untuk merobek bagian biru pada bendera Belanda agar menjadi sang saka merah putih mahakarya Ibu Fatmawati. Dulu, harus ada W. S. Mallaby yang terbunuh hingga menjadi pencetus pertempuran pribumi dan pihak penjajah. Dulu, harus ada Soekarno-Hatta yang disembunyikan di Rengasdengklok demi untuk mewujudkan hari proklamasi. Dulu, harus ada 3,5 abad di bawah tindihan otoritas warga Belanda. Kita semua sekarang patut bersyukur tidak lagi hidup di masa itu. Namun, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, saat ini semua orang dapat menjadi pahlawan. Manusia tidak harus seperti tokoh Hiro Nakamura yang dapat menembus ruang dan waktu atau menjadi Peter Petrelli yang memiliki keabadian dalam serial Heroes. Serial yang menceritakan tentang orang-orang yang memiliki kekuatan tak biasa yang ditujukan untuk melindungi dunia dan masa depan. Tentu saja karena hal tersebut fiktif belaka dan karena definisi pahlawan di dunia modern sekarang ini justru lebih sederhana.

Dari sekian banyak definisi pahlawan, salah satu yang pernah saya dengar adalah bahwa pahlawan merupakan orang yang berani melakukan sesuatu hal di saat yang lain tidak ingin. Tentu saja kita bisa menyetujui pendapat ini atau mencetuskan opini lain. Kita pun tentu memiliki pahlawan masing-masing. Mungkin itu ibu, guru, atau siapa pun. Lalu, apa makna bahwa "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa"?

Tanda jasa. Sebuah benda atau keabsahan yang diberikan badan tertentu kepada orang yang berpengaruh. Guru? Mereka adalah orang-orang yang menghabiskan hampir seluruh masa hidupnya untuk belajar agar dapat mengajar. Menyumbangkan ilmu dan berbagi pengalaman. Mereka rela menempuh pendidikan untuk akhirnya mendidik. Belajar mengajar bagi mereka adalah semangat sekaligus hasrat hidup. Bahkan, seseorang pernah berkata pada saya bahwa terdapat dua profesi yang akan sangat dihormati walau oleh orang yang memiliki jabatan di atas kita. Dua profesi itu adalah dokter dan guru.  Tidak heran tentunya. Siapa yang tidak membutuhkan seorang guru sejak ia kecil bahkan sampai dewasa. Long life education. Walau pendidikan tidak hanya secara formal, namun tidak dipungkiri bahwa pendidikan formal dengan peran guru di dalamnya seolah menjadi kebutuhan pokok setiap manusia. Ilmu yang diberikan guru dapat menjadi bekal hidup bagi kita. Membuat kita siap terjun ke masyarakat. Membuka mata akan hal yang sebelumnya buram, bahkan hitam. Mengantarkan kita ke pintu gerbang dunia yang lebih luas. Bahkan sejak kita diajar hal terkecil, yaitu membaca dan menghitung. Sejak saat itu pintu dunia seolah terbuka lebih lebar bagi kita.

Keberadaan guru sebagai seorang pahlawan kadang masih diragukan oleh sebagian orang. Mengapa? Karena totalitas guru sekarang dan terdahulu sudah berbeda. Dulu, tidak perlu sesulit saat ini bila hendak menjadi seorang guru. Setiap orang yang memiliki kemampuan dan kemauan dapat terjun menjadi pendidik. Terlebih lagi saat Indonesia masih dalam masa penjajahan dan saat baru saja merdeka. Sulit untuk mencari sumber daya manusia yang benar-benar mau menyumbangkan kemampuannya sebagai guru. Sekarang, harus ada beberapa kriteria tertentu yang dipenuhi seseorang agar dia dapat menjadi guru.

Dalam dunia perkuliahan salah satunya. Seorang calon guru harus menuntut ilmu di universitas dengan jurusan kependidikan, sehingga saat dia lulus dia akan mendapat sertifikat tertentu yang disebut Akta IV sebagai modal untuk mengajar. Kabar terakhir yang saya dengar adalah bahwa sekarang seorang lulusan pendidikan yang mendapat Akta IV pun harus kembali menempuh pendidikan selama kurang lebih satu tahun untuk mendapat ilmu pengajaran. Bila dibandingkan dengan masa sebelumnya, bukankah proses menjadi guru sekarang lebih sulit? Mungkin program ini bertujuan membentuk tenaga yang benar-benar berkualitas. Namun sayangnya hal ini membatasi orang-orang yang memiliki kemauan dan kemampuan tapi tidak memiliki latar belakang yang cocok atau tidak mampu menjalani proses yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik.

Sulitnya perjalanan untuk menjadi seorang pendidik hendaknya dapat diimbangi dengan kualitas yang baik mengenai pribadi pendidik. Namun, apa yang akan kita katakan mengenai masih adanya tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya di berbagi institusi? Padahal, dalam perkuliahan pendidikan guru biasanya mendapat mata kuliah yang berkaitan dengan psikologi anak didik. Bukankah seharusnya mereka memahami tata cara memperlakukan pembelajar dengan ilmu mereka? Paling tidak, mereka bisa memposisikan diri mereka sebagai orang tua murid yang menerima perlakuan kasar.

Dalam hal ini, memang tidak ada pemecahan yang mudah. Tidak bisa dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap tindak tanduk guru. Terkadang, masalah ini baru diketahui saat sebuah kasus kekerasan sudah terjadi.  Hal-hal yang dapat dilakukan adalah sosialisasi demi sosialisasi dari berbagai pihak dalam tiap kesempatan akan pentingnya penerapan disiplin tanpa kekerasan. Sosialisasi ini dapat datang dari guru lain atau kepala sekolah saat dilakukan pertemuan, seperti upacara dan rapat guru. Selain itu, pemerintah melalui menteri pendidikan juga perlu membuat suatu langkah pemecahan mengingat tindak kekerasan masih banyak terjadi. Tindakan lain yang dapat dilakukan masyarakat adalah saling mengingatkan agar selalu mengawasi anak-anak mereka apabila mendapat tindakan tidak menyenangkan dari guru mereka agar mau segera melaporkan kepada keluarga. Kita juga dapat menulis artikel bahkan buku mengenai masalah ini agar dapat membantu membuka mata masyarakat, siapa pun itu, agar dapat mewujudkan pendidikan yang bersih dari kekerasan.

Intinya, semua bagian masyarakat ternyata dapat membantu menciptakan kondisi dan iklim pendidikan yang aman dan nyaman. Membantu mewujudkan peran pendidik yang juga bersih dari tindakan sewenang-wenang terhadap anak didiknya. Bukankah anak didik adalah calon pendidik bagi generasi berikutnya, baik dalam keluarga atau masyarakat. Contoh yang diberikan tak pelik akan mereka praktikan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu ada baiknya kita, khususnya para pendidik, memberikan contoh yang baik dalam proses pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan karena sekali lagi guru adalah pahlawan (yang memang) tanpa tanda jasa. Jasa mereka adalah kekal. Pemberian mereka adalah bekal. Ilmu mereka adalah penyelamat bagi mereka sendiri. Berharga di dunia dan tabungan di akhirat. Oleh karena itu, gelar sebagai pahlawan tak patut dikotori oleh penilai buruk karena tindakan mereka yang tak patut terhadap anak didiknya. Semoga akan masih banyak orang-orang yang menjadikan belajar dan mengajar sebagai tujuan hidup mereka. Semoga masih ada pula orang-orang yang mampu membayar kebaikan para guru dengan cara masing-masing. Terima kasih guruku, selamat hari pahlawan.

Selasa, 16 Oktober 2012

Tujuh Belas

Selamat memperingati tanggal 16 ke-17. Anggap saja seperti momen sweet seventeen anak-anak remaja yang berulang tahun dengan suka cita. Walau tak ada perayaan khusus, setidaknya kita masih bisa menemukan kenyataan bahwa di peringatan ke-17 ini kita masih seperti bulan-bulan sebelumnya, bertahan. Tulisan tanpa banyak ide ini hanya sekadar melengkapi syukur dan terima kasih yang tak semuanya terucap. Semoga kelak kumpulan tulisan tiap tanggal 16 di sini (walau tak lengkap) bisa menjadi rekam jejak keberadaan kita. Semoga kita selalu kuat dan menguatkan, juga lengkap-melengkapi. Terima kasih untuk akhir minggu terakhir yang singkat, namun berbahagia. Senang bisa menghabiskan separuh malam bersama lagi.

Sekali lagi, selamat dan terima kasih, selalu. Au Neko.

Senin, 15 Oktober 2012

Gelap

Ketika tertidur, aku memilih gelap. Ketika sedih, akupun cenderung mencari gelap untuk mencari ketenangan. Gelap layaknya obat sekaligus pelindung dari segala kepenatan. Gelap bisa memberi sejuk dan sunyi yang mengantarkan ke lelap. Namun, duduk di dalam bis kecil ini, aku melihat jalanan gelap sebagai sesuatu yang ingin kuhindari. Malam ini, tak tahu mengapa aku sudah terlanjur merasa sepi walau tanpa didahului kehadiran gelap. Seperti sudah ada peringatan akan kehilangan. Sekarang aku justru mencari terang dan ramai, agar aku dapat menyembunyikan gelisah di balik mereka yang tak mengerti. Tapi setidaknya aku tidak sendiri. Namun, aku terbangun sejenak dari lamunan yang satu menuju lamunan lain. Kehadiranmu. Kau pernah menjadi temanku satu-satunya di saat aku merasa sendiri, dan di saat lelah datang menguji rasa. Aku berandai bahwa tak akan ada gelap yang menakutkan, bahkan selemah apa pun perasaanku saat itu, apabila ada kau di sampingku. Mungkin kau menjadi teman sebelum akhirnya kusadar kau adalah sinarnya hingga aku tak lagi takut, termasuk saat ini ketika kita akan dipisahkan lagi oleh kepentingan waktu. Aku berada di titik gelisah dan lemah yang menyatu. Menyadari bahwa semua akan kuhadapi sendiri lagi. Namun, ingatan bahwa kita masih bisa 'bersama' untuk saling mengisi di kala dipisahkan jarak, bisa menjadi titik penyembuh walau hati ini belum sepenuhnya kuat untuk melepasmu lagi.

Senin, 17 September 2012

16 ke-16

Backsound: Kla Project - Tak Bisa ke Lain Hati

Bukan, bukan berarti isi tulisan ini akan sepuitis lagu tadi. Bukan juga akan berkata bahwa kita tak kan bisa pindah ke lain hati. Semua kata-kata manis, baik dalam lagu, syair, atau kutipan hanya akan menjadi diri mereka sendiri selamanya. Hanya menjadi kata-kata. Penguat terbaik melalui kata sepertinya masih melalui doa karena di dalamnya kita ditopang oleh harapan kepada yang menciptakan takdir. Namun, tak pernah salah bila semua kata-kata manis menjadi doa.

Selamat tanggal 16 yang ke-16. Angka cantik punya hak untuk tidak sekadar menjadi angka cantik saja. Di dalamnya kita bisa menambahkan ratusan doa, bahkan doa yang lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Ikatan tidak selamanya manis karena kita sudah merasakan hal lainnya walau mungkin terlihat baik-baik saja. Maaf bila selalu merepotkan dengan permasalahan yang kadang dipaksa ada atau membuat sibuk untuk mengurus remeh-temeh di luar logika. Semoga selalu ada pemikiran bahwa masalah muncul karena masih ada rasa yang kuat meski di dalam perbedaan, apa pun itu.

Selamat melewati bulan yang lain dalam tanggal yang sama. Semoga selalu ada harapan untuk hal yang lebih baik. Terima kasih karena telah mempertahankan. Juga untuk semua perbedaan yang diberikan di pagi, siang, sore, dan malam. Perbedaan antara saat kita telah bersama dan dulu saat masih berjalan sendiri-sendiri. Au neko :)

Senin, 10 September 2012

#Puitis #Akibat #Kangen

Sehari setelah kita berpisah;
Merindukan rasa dari kentang goreng keju yang kumakan bersamamu
Merindukan aroma parfum yang kucium dari bajumu saat duduk di dekatmu
Merindukan kumpulan cahaya lampu kota yang kau tunjukkan padaku
Aku adalah rindu, rindu adalah kamu. Namun, aku bukanlah kamu
Karena yang sama dari kita sesungguhnya adalah rasa (semoga)
Dari kesemuanya, aku merindukan kamu :')

Senin, 13 Agustus 2012

Another Potter Love Story

Dia tiba dari balik kegelapan yang terhias oleh sedikit cahaya malam dari bulan dan rasi bintang yang beraneka warna. Suara langkahnya yang pelan tetap terdengar karena sunyinya sela di antara kami. Ujung-ujung rambut ikalnya berayun tertiup nafasnya sendiri yang memburu karena dinginnya malam, layaknya ujung jubah sihirku yang tertiup angin dari bilik menara astronomi ini.

Aku tertawa menyambutnya datang. Dengan hangat aku menarik bahunya maju ke arah jendela. Dia tersenyum dan terenyuh, melihat apa yang sudah kusediakan. Dari sana setiap orang dapat melihat gugusan bintang berbicara satu sama lain. Bahkan bulan tampak menari dengan kawanan meteroit. Semua tak dapat dilihat oleh mata telanjang. Hanya kami, manusia, muggle, ataupun keturunan penyihir asli yg beruntung bisa ke menara ini; sebuah teropong bintang ajaib.

Dan matanya masih sibuk mengintip melalui lubang gelap ketika ia berkata: "Terima Kasih, George, atas malam yang istimewa ini." Dan aku terus memperhatikan siluet tubuhnya yang dibalut pakaian sihir dan meliuk-liuk mencari titip pandang yang tepat melalui teropongnya.

Tersadar bahwa waktu sudah mendekati mata fajar, aku tersentak atas kekagumanku dan menyentuh lengannya. "Pagi ini semua siswa Hogwarts akan kemari. Baiknya kita kembali ke asrama sebelum mereka melaporkan kita ke Dumbledore." Dia tampak belum terpuaskan, tapi menyadari keadaan. Dengan sigap kami berpegangan dan berjalan cepat, meninggalkan obrolan antara bintang-bulan-meteroit.

Sebelum menuruni ratusan anak tangga, dia berhenti dan mencegahku turun. Kedua tangannya merengkuh wajahku sebelum bibirnya dengan lembut membasahi milikku. Di bawah sisa sinar malam, dia mengucapkan terima kasih dengan caranya sendiri. Sialnya aku belum menguasai mantera yang dapat membuat waktu terhenti.

To: @nindasyahfi

Rabu, 25 Juli 2012

Fasting

Puasa hari ke-5. Masih bertarung melawan rasa lapar dan haus, emosi, dan nafsu lainnya. Alangkah hebatnya tiap orang yang sehari-hari selalu dikelilingi oleh kebutuhan yang terpenuhi oleh pangan, lalu terpuaskan batinnya untuk meluapkan emosi atau nafsu, namun bisa menahan semua selama sebulan penuh, sejak matahari terbit hingga ia tenggelam. Itu semua ibadah yang hasilnya akan kembali untuk manusia sendiri, walau pada awalnya diniatkan untuk Tuhan. Apa lagi bila ditambah dengan 'pelengkap' lainnya sebagai tabungan amal. Maka, alangkah hebatnya juga orang yang akan merasa kehilangan saat bulan puasa-nya pergi. Namun, tidak semua begitu. Gue pun masih suka bertingkah seperti anak-anak, mengeluh lapar padahal jam masih menunjukkan pukul 10 pagi. Gue juga masih suka menuruti emosi atau mengolok perilaku orang lain. Haha. 

Pengalaman puasa tahun ini gue rasakan dari tempat yang berbeda dari tahun lalu. Kostan baru, lingkungan baru, dan orang-orang sekitar yang juga baru. Senangnya, sampai hari ke-5 ini gue belum membatalkan puasa atau tarawih. Walau tarawih gue lalui dengan sedikit keluhan dalam hati karena rasa kantuk atau lelah yang dilebih-lebihkah (oleh gue sendiri), tapi semua masih berjalan lancar. 

Momen berbuka puasa bersama telah menanti. Kegiatan rutin tahunan bersama teman-teman lama ataupun rencana bersama teman-teman baru telah dibuat. Jalanan yang ramai menjelang sore dipenuhi orang-orang yang mencari ta'jil. Menikmati saat berbuka dengan makanan dan minuman favorit. Memaksakan diri melawan kantuk untuk bangun sahur. Momen yang tentu tidak akan ditemui di bulan lain. Bersyukur hendaknya disampaikan kepada Maha Pemberi atas kesempatan ini. Walau mungkin pada akhirnya kita akan kembali menjadi pribadi yang akan menuruti emosi dan hawa nafsu kembali. Selamat berpuasa dan menikmakti berkah ini.

Senin, 16 Juli 2012

Empat Belas

Peringatan bulan ke-14

To: @argoletsgo

Setahun lalu; menjemput dan mengantar lo ke tempat yang sama. Merayakan anniversary bersama untuk pertama kali. Dua bulan lalu; dirayakan hari peringatan satu tahun. Saat itu pun terasa sudah sangat luar biasa. Dan sekarang, walau tidak dihitung berapa hari, namun tanggal yang sama tiba-tiba datang lagi, selamat! Semoga bisa merasakan tahun-tahun berikutnya bersama. Amin :)

Doa yang sama pasti akan selalu teringat dalam tiap peringatan bulan. Semoga semakin kuat dan tetap saling menghidupi. Entah apa pun maksud atau konsepnya dalam pikiran kita masing-masing, namun pasti inti dari semuanya adalah membahagiakan. Dan untuk doa yang selalu terulang di tiap 16, gue mengucap amin :)

Setiap keburukan yang terjadi, sekuat apa kita beniat untuk memperbaiki, terkadang masih sangat sulit. Setiap kebaikan yang tercipta, semoga menjadi kekuatan buat kita untuk bertahan agar menjadi berkah untuk melanjutkan apa yang telah dimulai.

Terima kasih untuk rasa ini, dan mengizinkan apa pun yang telah terjadi menciptakan kesan sebagai tanda adanya kita, bukan hanya gue atau lo. Ruang yang terbentuk di antara kita, sudah saatnya dinikmati, bukan hanya dikeluhkan, walau buat gue sendiri masih sulit terkadang. Untuk yang satu ini, semoga segera ada pengabulan untuk doa kita :p

Selamat tanggal 16 ke-14. Terima kasih <3

Kamis, 05 Juli 2012

Kids

One of million things that i wanna see in the future is a face of our kids. Half of you, and half of me, in there. Funny how it can be.

Senin, 25 Juni 2012

Surat Goti untuk Nega

Aku tak sengaja menyentuh sebuah kertas berwarna kuning gading yang ada di dalam tas ranselku. Aku pikir itu hanya kertas tak terpakai yang pernah kumasukkan begitu saja ke dalamnya. Namun, kertas itu terlipat rapih dan beraroma wangi yang kusuka, kusuka karena telah cukup lama aku mengenalnya sebagai wewangian terbaik di dunia. Wangi parfum yang menempel selalu di tubuhmu. Surat ini berisikan cinta, ya aku tau. Tetapi, aku tetap akan selalu terobsesi dengan apa pun isinya walau itu hanya beberapa kalimat yang tak asing, karena kau lah penulisnya.

Perasaan terbaik adalah saat aku merasakan kau memeluk pundakku di tengah keramaian. Perasaan terhangat adalah saat aku berlari dari dudukku untuk memelukmu dari belakang. Perasaan ternyaman adalah saat kau tertidur di atas pangkuanku. Perasaan terhampa adalah saat aku harus melepasmu saat kita masih saling merindukan.

Setelah kuhabiskan semua kata dalam suratmu, hal yang tergambar bukanlah isi hatimu, namun justru isi hatiku. Semua hal tersebut adalah apa yang kurasa. Setiap poinnya entah mengapa kau titipkan tepat melalui guratan penamu. Akankah kau bertanya apa aku merasakan hal yang sama?

Dari: Nega
Untuk: Goti

Untitled Of The Day



Lifehouse - You and Me
Karya: @nindasyahfi

Kamis, 21 Juni 2012

Embun

Kau memanggil-manggilku turun dari kamarku menjumpaimu di halaman luar. Padahal, dari jendela kamar aku masih menikmati malam ini. Awan-awan yang cerah ditimpa cahaya bulan itu bergerak perlahan tertiup angin malam dan membuat kawanan bintang aneka warna muncul di baliknya. Kakiku tak ingin beranjak dari tempat ini hingga kulihat kau di bawah sana menikmati malam dengan caramu sendiri; menari dengan dibawa irama lembut dari musik yang kau putar. Sepatumu berdetak-detak di atas tanah lembut yang setengah basah karena hujan sore tadi. Hujan yang pada akhirnya menyisakan malam yang cerah, dan sebuah pelangi, yaitu dirimu sendiri bagiku.

Di bawah, aku pada akhirnya mengikuti langkahmu. Sedikit demi sedikit mempelajari jiwamu melalui gerakan tubuhmu. Melihat cahaya matamu dari bawah sinar bulan dan mengulas senyum. Kita mengalun, bergerak, dan menyisakan kebahagiaan untuk berdua. Kusentuh ruas-ruas jarimu agar dapat merasakan getaran dari dalam hatimu, mungkin tidak mudah. Tapi aku anggap bisa. Di malam ini, segala kesedihan lalu mungkin akan terhapuskan, dan jika harus berpisah denganmu pagi esok, setidaknya malam ini kau untukku sepenuhnya.

Perlahan, saat bulan mulai pucat dan sinarnya perlahan digantikan surya, aku sadar bahwa yang kusentuh darimu adalah rasa dingin. Bahkan, warna kulitmu yang kecoklatan tidak lagi berubah putih, namun bening. Lalu, tubuhmu pecah menjadi ribuan butir air. Tidak ada lagi musik yang berputar lembut dan tarian kita berdua.  Sisa-sisa yang ada darimu hanya menjadi penghias di beberapa lembar daun yang tumbuh di sekitarku.

Selamat tinggal, Putri Embun.

Plain White T's - Rhytm Of Love

Jumat, 15 Juni 2012

Sore Random

Gue nggak begitu suka dengan raisin, sebenarnya. Raisin yang gue tau itu sejenis buah berry yang dikeringin, ya keluarganya kismis deh. Hanya saja gue suka biskuit (cookies), dan cookies dengan taburan raisin yang gue makan siang ini terasa enak banget. Gue nggak begitu suka lele. Tapi gue suka makanan yang digoreng kering. Makanya gue suka pecel lele yang ikannya digoreng kering. Atau kalian pernah merasa nggak nyaman kerja di suatu tempat karena masalah finansial, namun tetap sulit untuk pindah karena sudah nyaman dengan lingkungan kerjanya. Mungkin paham ini sesuai dengan kata-kata dalam lagunya James Morrison "Life is a crazy thing. There's a good time and a bad time, everything in between." Intinya? Hmm, ya carilah sendiri. Cause you all should know the answer.

Kamis, 14 Juni 2012

Martin's Band

 In a bullet-proof vest, with the windows all closed. I'll doing my best, i'll see you soon #playingnext

Perri

Say "I love you" when you're not listening. How long can we keep this up up up? #nowsinging #again #andagain

Selasa, 12 Juni 2012

Check My Stuff


My first book Romantika Merah Biru is available now at Nulis Buku or contact me by e-mail at dmandasari[underscore]lee[at]yahoo[dot]co[dot]id and mention my twitter @desimanda. Only for Rp38.000, exclude shipping fee. C'mon feel what i feel from inside of it. Thank Yeah! :)

Cover by @argoletsgo, layouter by @nindasyahfi, proofreader by @narendrapawaka, @julianadya, and @dheerahma

Rabu, 16 Mei 2012

To: Joko

Hey love, how come it could been one year? Happy anniversary, btw. You know, I just can’t guess that we can make the time so true. After all, we win, at least until this number in relation with kinda of taste from difference that we called distance! *laugh
Oh, what should I say now? I love you? Would you marry me? When can I visit your mom? Why do you hate cat and bean the most? Errrrr, just kidding. But, I can’t say nothing. Ich vermedise, Ko!
*Jabat tangan lo erat-erat* Selamat yaaaaaa…. *hug *eh

Sembilan - Pertanyaan Ayah dan Ibu

           Setelah mengantar Ayah dan Ibu pulang ke rumah, aku kembali menaiki mobilku. Siang ini semua berjalan lancar. Tak kukira ibu yang sangat cerewet dapat sangat kompak dalam menyusun semua rencana hari besar dengan Ibu Rina. Sampai pulang pun Ayah selalu larut dalam obrolan bersama Pak Nando. Sementara aku dan Jihan membentuk suasana sendiri di dapur kecil dengan perapian milik di rumahnya. Sebelum akhirnya, mereka berempat memanggil kami untuk berkumpul.
Masih kuingat beberapa perkataan mereka tadi:
“Jadi, mengapa kalian berdua memilih angka 16?”
Jihan memandangku untuk menunggu apakah aku yang akan menjawab pertanyaan Ayah. Tapi, selayaknya sebuah kesepelean yang berharga, aku berjanji untuk tidak memberitahu siapa pun akan rahasia angka itu. Jihan pun hanya tertawa-tawa kecil, salah tingkah ketika harus berbohong bahwa kami berdua hanya suka angka itu, bukan karena alasan lain.
“Baiklah, kami mengikuti pilihan kalian. Tanggal 16 bulan kesembilan.” Kata Ibu Rina, ibu dari Jihan.
Setelah itu, ibu kami kembali ramai membicarakan persiapan mulai dari makanan hingga pakaian. Memang bukan acara yang begitu harus dibesarkan menurut kami, namun bagi mereka tidak begitu.  Menurut mereka, anak sulung seperti Jihan anak bungsu seperti aku ada baiknya bila hari besarnya dimeriahkan. Padahal, aku rasa cukup dengan kehadiran kedua belah pihak keluarga. Toh, ini hanya lamaran, belum pernikahan. Ya, biarkanlah mereka merencakan semuanya. Bila mereka suka.
Malam ini, setelah mengantar Ayah dan Ibu, aku menemuimu di sudut yang sama. Kau masih sama menariknya dengan bulan-bulan sebelumnya ketika menungguku dengan dress kuning muda dan sandal biru laut malam itu.
“Akankah kita tidak akan memberitahu mereka alasan kita memilih tanggal?” Tanyamu.
Aku tertawa dan berkata:
“Tidak perlu, mereka tidak perlu tahu bahwa itu hanya rahasia kecil tentang arti sebuah angka di mana pada tanggal itu kita bertemu dan pada tanggal yang sama kita akhirnya memutuskan berpacaran.”
“Tepat dua bulan dari sekarang, di tanggal ini, hari besar itu tiba, ya hari besar bagi mereka terutama.” Jawabmu.
“Tentu saja, karena hari ini juga tanggal 16. Selamat bulan kelima belas, Sayang.”
Di langit malam itu, kita masih melihat bulan yang sama di tanggal yang juga sama, semoga selalu terulang.

Train – Marry Me

Delapan - Helaan Nafasku Saja

 Sepagi itu aku sudah menemuimu. Di saat hari masih sepearuh terasa dingin karena embun, dan langit belum sepenuhnya disinari matahari, aku sudah datang ke tempatmu. Bukankah ini hari yang penting bagi kita?
Kau masih diam di sana, bahkan saat langkahku makin dekat denganmu. Aku memperlambat jalanku dan menggenggam bunga-bunga kesukaanmu. Semoga kau bahagia pagi ini atas kedatanganku. Aku duduk tak jauh dari kau berdiam. Menyapamu dan memandangmu terus, walau kau hanya membalas semuanya lagi-lagi hanya dengan diam.
“Apa kabar? Kau nyaman di sini?”
Suara burung-burung yang terbang berhijrah dari utara ke selatan akhirnya mengisi ruang hampa di antara kau dan aku. Aku sedikit bergidik karena menurutku lebih baik bila hanya kita berdua di sini. Aku kembali bicara:
“Tenanglah, aku terus berdoa agar kau selalu mendapatkan yang terbaik. Oh iya, ini beberapa kuntum Lily untukmu. Kau selalu suka bunga ini, cantik.”
Aku meletakkan rangakaian bunga itu di dekatmu. Bunga cantik dan berwarna putih. Menggambarkan dirimu dan hatimu, cantik dan putih, terutama saat terakhir aku melihat wajahmu. Semua masih sunyi, bahkan di hari penting kita ini. Hari di mana lima tahun lalu kita merasakan kebahagiaan tumpah ruah dalam sebuah fase baru yang disebut pernikahan. Sebuah ikatan berkomitmen yang nyatanya membuat kita justru semakin ringan tanpa merasa terikat. Kebahagiaan lima tahun lalu yang harus selesai dua tahun kemudian karena satu hal, leukemia. Kau masih diam, tak ada suara, kecuali helaan nafasku dan suara seorang penjaga makam yang tengah bekerja menyapu rerumputan. Aku menyentuh pusaramu yang tanahnya sedikit basah karena embun, kemudian memejamkan mataku.
“Selamat hari jadi kelima tahun, cantik. Entah sampai kapan aku bisa lepas dari bayang dirimu. Bahagialah terus di sana.”
Lalu, air mataku menetes tanpa dikehendaki. Aku tahu kau tidak suka aku begini. Di sana, aku yakin kau melengok untuk melihatku. Tak apa bila kau mengasihani aku, cantik.

Blue – Breath Easy

Tujuh - Prajurit di Tahun Ketiga

             Di singgasana kebesarannya, Ayah tampak gusar. Ibunda duduk di sebelahnya sambil menenangkan Ayah, tak kalah gusar. Prajurit kebanggan Ayah, Lenox, berjalan cepat menghampiri singgasana dengan cepat didampingi dua pengawal kepercayaannya. Bila Ayah selaku pemimpin di kerajaan ini mengumpulkan orang seisi istananya, pastilah ada hal besar yang akan terjadi. Baju kebesarannya berwarna keabuan, seolah senada dengan kegelisahannya. Seketika Lenox langsung meletakkan lututnya di lantai saat tiba di depan Ayah.
“Apa hal penting yang telah membuat Raja mengumpulkan kami di sini?” Tanyanya.
”Pasukan yang dikirim Raja Troy sudah mendekati daerah kita. Dalam waktu dua jam mungkin meraka sudah tiba di sini.”
“Apakah kami harus segera menyelamatkan penduduk ke tempat yang lebih aman, Raja?”
“Ya, usahakan dalam waktu satu jam, utamakan wanita dan anak-anak, termasuk istriku dan puteriku.”
Aku memandang Ayah dan Lenox bergantian. Tatapan kami bertemu di satu titik. Raja Troy bukanlah seorang raja yang bijak. Otoriter dan kejam. Sayangnya, kerajaan yang dipimpin Ayah harus memiliki permusuhan yang mendarah daging dengan Troy sejak dulu. Lenox menyanggupi amanat ayah dan memerintahkan pada seluruh pasukan untuk bergerak. Semua penduduk masuk ke ruang bawah tanah melewati lorong menuju hilir sungai Vein. Aku sengaja menolak pergi lebih dahulu bersama ibu, aku ingin menemuinya.  Di ruang ganti, para prajurit mengenakan pakaian perang dan menyiapkan senjata. Di sini, pun aku ikut sibuk memakaikan baju kebesarannya, berlapis besi dan dipenuhi tali. Dari cermin di depannya, aku menangkap rautnya yang tampak berat meninggalkan orang yang ia sayangi, istrinya, aku. Namun, dia adalah prajurit kebanggan Ayah, dan akan memberikan yang terbaik untuk Ayah.
Semua sudah siap, kuda-kuda telah ramai meringkik seolah ikut merasakan semangat para prajurit dan aroma bahaya dari kejauhan. Kuda terakhir, paling kuat dan berwarna cokelat gelap, menunggu penunggangnya. Sementara dia, masih di gerbang besar memeluk wajahku dengan dua tangannya. Kami sama-sama tahu bahwa setiap saat masa seperti ini akan datang. Masa di mana kami harus rela dipermainkan oleh harapan hidup dan mati dalam membela kerajaan. Begitupun saat Ayah mengabulkan keinginan Lenox untuk menikahiku tiga tahun lalu, pada tanggal ini, dan pada jam yang sama seperti malam ini. Dia mencium punggung tanganku dan mengecup pelan bibirku sebelum menaiki kudanya.
“Doakan kami dan kerajaan ini. Selamat peringatan tahun ketiga pernikahan kita, Puteri Viola. Aku mencintaimu.”
Lalu, dengan sekali aba-aba, dia memimpin ribuan pasukan menuju area mematikan. Aku hanya bisa melambaikan sehelai kain di tangan kananku. Merasakan semangat yang sama dengan mereka. Aku seolah hanya ingin di sini, menantinya pulang dengan luka di pipi, namun dengan kemenangan yang nyata.

30 Second To Mars – This Is War

Enam - Pagi untuk Kalian

Selamat ulang tahun pernikahan ke-14 tahun, Mama
Dari: Papa
Secarik kertas yang aku temukan saat aku terbangun dari tidur pagi ini. Kau letakkan di sebelah  kado kecil berisi anting-anting indah yang kuinginkan sejak lama. Kau selalu begini. Memberikan kejutan demi kejutan, bahkan saat bukan hari penting yang kita rayakan. Walau sudah kukatakan jangan, namun sulit melawan kerasnya kemauanmu. Aku beranjak keluar kamar untuk mencarimu, lagipula tumben kali ini kau yang bangun lebih dulu.
Di luar, kau tampak sedang bercengkrama dengan dua jagoan kita. Si sulung 13 tahun dan si bungsu 11 tahun. Kalian duduk membentuk setengah lingkaran di depan televisi. Membicarakan dengan seru apa yang kalian tonton. Sesekali si kakak tampak terbahak menggoda adiknya, dan sang adik memasang muka kesal, sedangkan kau tersenyum sumringah di tengah kedamaian itu. Aku tersadar dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk kalian. Nasi goreng telor mata sapi dan susu cokelat. Menu sederhana namun sangat enak bila aku yang menyiapkan, begitu kata kalian.
“Selamat pagi, Ma.” Kata si sulung sambil mengecup pipiku saat menghampiri mereka.
Si bungsu berdiri dan seperti kebanyakan anak terakhir yang suka dimanja, dia memeluk pinggangku yang masih memakai celemek jingga. Aku menciumi kening mereka satu-persatu seolah untuk menggantikan kata: ‘Kalian harta yang sangat kujaga.’
Kau memandang ke arah kami dengan wajah teduh. Dengan isyarat tangan dan mata aku mengatakan bahwa aku sudah menerima hadiahmu pagi ini. Kau mengangguk bijak menambah rasa cintaku yang tak pernah sia-sia karena balasmu.
“Ayo, semua ke meja makan. Mama sudah siapkan sarapan kesukaan kalian.”
Kedua jagoan bersorak dan berlari menuju dapur. Aku menghampirimu dan merunduk agar dapat sejajar denganmu yang duduk.
“Terima kasih, Pa. Atas kesediaanmu menjadi suami dan bapak yang membahagiakan kami selama ini, juga atas cintamu itu.”
Kau membalasnya dengan sebuah senyum dan mulut yang bergerak-gerak entah mengatakan apa. Karena itulah kau menuliskan ucapan untukku pagi ini. Aku berdiri dan mendorong kursi rodamu. Kursi yang sudah kau tempati selama 2 tahun terakhir sejak kecelakaan mobil yang membuat kau lumpuh dan sulit berbicara. Aku selalu sayang kamu, Pa.

Tulus – Teman Hidup

Lima - Tahun Bersama Dani

“Berapa sendok gula yang kau berikan untuk kopiku pagi ini?”
Kau tertawa sambil terus mengaduk untuk cangkir yang lain.
“Sudahlah, aku tidak sepikun itu.” Jawabmu.
“Ya, setidaknya setelah tahun perak kita, sebelumnya kau masih pelupa.”
“Ini, minumlah. Lagipula, pada tahun emas kita, kau masih saja meminum kopi.”
“Aku tahu minuman ini tak baik untukku. Apalagi, lambungku mulai tak bisa diajak kompromi. Tapi, aku menyukainya, setiap esapan mengingatkan aku akan saat-saat terbaik kita.”
“Ya, dulu memang kita sering menghabiskan malam berdua, dengan kopi dan kue jahe buatan ibuku. Tapi aku sudah tidak meminumnya sekarang.”
Aku memegang sebelah kiri rongga perutku sambil meringis. Dia menyadarinya dan membantuku duduk di kursi rotan favoritku.
“Lihatlah akibat kerasnya kepalamu.”
Aku tersenyum di balik sakit.
“Besok pagi kau boleh mengganti isi cangkirku. Memang harusnya aku belajar sehat, bahkan Dani kita sudah dewasa sekarang.”
Bersamaan dengan itu, lelaki berumur di pertengahan 20-an masuk menghampiri kami, dia mencium tanganku dan istriku bergantian.
“Jam berapa kau berangkat dari Makassar sehingga sepagi ini sudah sampai di sini, Dani?” Tanyaku.
“Dengan pesawat paling awal. Aku rindu kalian, Kek, Nek. Selamat ulang tahun perkawinan ke-50. Aku punya ini untuk kalian.” Katanya sambil memakaikan sepasang syal hangat berwarna senada di leherku dan istriku bergantian.

Sheila on 7 - Hingga Ujung Waktu

Empat - Terbenam

            Sambil menekuk wajah kau tampak panik mengejar gerak roda-roda sepeda yang terus kukayuh dengan sangat cepat. Walau tak berkata, aku tahu kau memintaku untuk menunggu. Aku hanya tertawa dan tak menghiraukan wajah kesalmu. Hey, marilah bersenang-senang hari ini, sayang! Beberapa kali sepedamu tampak hampir mengalahkan laju sepedaku. Namun, aku tertarik untuk terus menggodamu sehingga tidak sedikitpun memperlambat kayuhan.
Di sisi kanan kita, mulai tampak hamparan pasir putih kecokelatan yang seolah membungkus rata genangan air berwarna biru bercampur hijau. Beberapa batang pohon kelapa tumbuh dan menjatuhkan buahnya ke atas pantai, sedangkan di sisi utara sebuah pulau kecil melongok turut memperindah keadaan. Aku kembali memandangmu di belakang, tampak wajahmu mulai berseri melihat keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Tapi maaf, aku tak berniat mengizinkanmu menang mencapai tujuan lebih dahulu sore ini. Tentu saja karena kita mengejar waktu untuk satu hal yang sama; tenggelamnya matahari.
Kilau cahaya dari besi berwarna kuning dari sepedaku memancarkan sinar saat ditimpa sinar senja. Teduh dan tenang. Mengingatkanku akan sepasang matamu; pemilik hatiku sejak 8 bulan yang lalu, tepat di tanggal ini. Bahkan, bila boleh berlebihan, kehangatan udara di sini akan tetap bersaing dengan rasa hangat kasih yang telah kau beri selama ini.  Andai ada yang dapat kulakukan untuk menggambarkannya. Aku sesungguhnya ingin berterima kasih. Tapi ingatlah, aku tidak akan membiarkankan kau mendahuluiku sore ini untuk matahari itu. Ayolah, bersenang-senang!
Sepuluh meter menjelang tempat yang kita tentukan, aku tersadar akan suatu ide dan berubah pikiran. Aku memperlambat ayuhan kaki yang memang sudah lelah. Tak lama kau tiba di sampingku dan terheran, namun tetap mendahuluiku. Tentu saja karena kita mengejar hal yang sama. Aku tahu kau paham maksudku.
Kau tiba dan berhenti lebih dulu. Meletakkan sepeda dan tidak langsung mencari matahari, namun berjalan ke arahku dan menungguku berhenti. Kau menyambar begitu saja kedua tanganku dan menariknya ke belakang tubuhmu. Ya, inilah tujuanku membiarkan kau tiba lebih dulu. Sepedaku terjatuh begitu saja ke atas pasir. Dengan tetap mendekapku berjalan ke sebuah titik. Dari sana tampak jelas sepenggal matahari yang sudah hampir tenggelam. Kau tertawa ringan melihatnya dan kemudian menatapku penuh rasa yang tidak bisa digambarkan.
“Kau lelah?” Tanyamu.
“Tidak, setelah berada dalam lingkar kedua tanganmu seperti sekarang.”
Kening kita saling bersentuhan saat aku berkata lebih dahulu:
 “Happy anniversary. Thanks for being mine.”

Nidji – Light of Love

Tiga - Dua Blok Menuju Kamu

             Langit kehilangan warnanya, dan matahari tampak abu-abu. Masih ada dua jajaran rumah membentuk blok panjang yang harus kulewati dengan berlari untuk dapat menemuimu. Tak kuhiraukan peluh yang menetesi leher hingga dadaku. Suara hela nafas pun tidak lagi serasi dengan pikiran atau ratusan langkah yang ketempuh.
“Aku tak bisa membayangkan nanti, saat kita berjauhan. Apa bisa mengambil risiko itu.”
“Mungkin sulit, dan bila kita berhasil, maka itu hadiah terbesar bagi kita.” Jawabmu.
Aku terjatuh karena kedua kakiku saling bersinggungan. Sakit di siku bertambah perih karena terkena asinnya peluh. Namun, aku hanya menatap ke depan. Sinar matahari terik yang tadi kubilang abu-abu membuat pandangan di depan tampak berbayang. Sedikit kuseka peluh di pipi dengan tanganku, kemudian berlari lagi.
“Aku sekeluarga akan berangkat lusa. Semua persiapan telah selesai. Apa kau akan menemuiku?”
“Entah apa aku kuat.” Jawabku.
Tuhan, aku anggap kelelahan ini tidak akan seberapa bila aku dapat melihat lagi senyum dengan dua lesung pipi di wajahnya, walau untuk terakhir kali, sampai kami bertemu lagi. Satu blok lagi akan terlewati. Matahari tak sedikitpun memberikan kemudahan atas jalanku. Sambil sedikit mengerang aku melihat jam di tangan kiriku, dua puluh menit lagi.
“Sesampai di sana aku akan segera mengabarimu. Aku paham bila kau tidak ingin datang saat kepergianku.”
“Apakah waktu akan berjalan sangat lambat saat kau tak ada?” Tanyaku.
“Ya, seperti waktu tanpa kau di sisiku.”
Dan, dengan sisa nafas yang masih ada, aku berhenti di depan rumahmu. Kau tampak memasukkan boneka panda besar ke dalam mobil. Pemberianku sebulan lalu. Kau menyadari kehadiranku di balik hiruk-pikuk persiapan kepindahanmu dan keluarga ke kota lain. Kau tersenyum dan memberi tanda agar aku mendekat.
“Aku datang. Semua akan tetap berjalan sesuai rencana?” Tanyaku masih tak percaya.
“Ya, aku tahu kau akan datang. Tentu saja semua akan tetap berjalan sesuai rencana. Sebentar lagi kami berangkat.”
Kemudian, kau memelukku tak peduli dengan sisa peluh yang masih ada.
“Aku akan merindukanmu, sangat. Selamat hari jadi bulan ketujuh untuk kita.”
Lalu aku hanya bisa membalas dekapanmu dengan lebih erat sambil berdoa agar air mata ini tidak jatuh.
  
Evan and Jaron – Distance

Dua - Kidung

Di tanganku, enam dawai itu masih bergelinjang, bergantian memadukan nada per nada menjadi sebuah ritme, dan akhirnya membentuk alunan kidung yang bergema terbawa angin di tempat kuberdiri sekarang. Sedari tadi, cukup banyak orang berlalu-lalang lewat di depanku dan tak sedikit yang menoleh kemudian melemparkan koin dan kertas ke dalam kotak gitarku.
Kebanyakan dari mereka, yang lewat, adalah orang-orang yang memilih untuk berjalan di sore hari ketimbang menaiki sepeda atau transportasi umum. Bukan karena jarak yang dekat, namun lebih karena lamanya waktu dapat membuat mereka menikmati lebih lama pula indahnya sore bersama orang-orang yang mereka butuhkan. Sepasang suami-istri muda berjalan beriringan dan sang istri mendorong kereta bayinya, kakek-nenek yang berjalan sangat pelan dan tampak menceritakan kisah-kisah mereka satu sama lain, anak-anak kecil yang bergerombol dan berlarian pulang sekolah, atau sepasang perempuan-lelaki yang saling mengaitkan jari mereka.
Aku ingat sebuah lagu. Lagu dari segala lagu. Terbaik dari beberapa yang kusuka.  Mengapa aku baru mengingat lagu ini sekarang, sejak keberadaanku di depan toko kue ini sepanjang sore hingga malam sejak seminggu yang lalu. Nada riang mengawali. Lalu, aku tak menginginkan siapa pun peduli, aku hanya ingin menyanyi dan merasakan momen yang sama tiap bulannya. Mereka diam-diam menyimak dan mendekat. Makin lama, makin banyak. Tersenyum, berdendang, dan menggerakkan badan. Hingga lagu ini selesai diiringi tepuk riuh berpasang-pasang tangan dan hujan koin, juga kertas. Aku tertawa memamerkan gigi-gigiku, bukan sekadar karena euphoria ini, namun karena kahadiranmu dari balik jalan. Kemudian, berhenti tak jauh dariku.
“Bagaimana pertunjukkanmu hari ini?” Tanyamu saat aku menghampiri.
“Terbaik dari beberapa hari yang sudah-sudah. Karena sebuah lagu.”
“Aku mendengarnya. Lagu yang sama setiap bulannya. Dan kau selalu melakukan yang terbaik” Jawabmu.
Happy anniversary.” Kataku di depan wajahmu.

Plain White T's - 1, 2, 3, 4 I Love You

Satu - Detik dan Detak

            Duduk di ruangan berwarna jingga. Tidak ada yang dapat kudengar selain detik jam yang beriring dengan detak jantung. Aku menempelkan telinga ke dinding dan berusaha mencari suara lain. Ramai, tapi bukan nyata. Ramai, namun maya dalam ingatanku. Detik terasa lambat seperti menunggu sembuh saat sakit. Begitulah aku, si penurut yang tidak pernah membangkang, saat menunggu satu tahun untuk menemuimu lagi.
Sekelebat bayangmu dengan wajah sedih hadir. Aku masih merasakan hangatnya air mata yang kau biarkan jatuh dipundakku. Masih terasa, hangat dan eratnya dekapan saat kau terisak dan aku meredakannya. Merupakan masa yang mengagumkan, saat kau percaya bahwa aku dapat menjadi terbaikmu. Ya, inilah aku, si penurut yang tidak akan berkeras diri, kecuali dalam satu hal, menginginkanmu.
Bagaimana kumelihat kau saat terakhir kita berdiri berdekatan. Seandainya ujung-ujung jemariku yang menyentuh kulitmu dapat berkata, mungkin tidak akan sesulit ini sekarang. Sebutlah aku gila, tapi ini nyata. Nyata karena kau membuatnya.
Saat ini, seolah air matamu di pundakku belum kering, aku menyentuhnya dan berkata: “Bisakah 365 hari itu dipercepat? Aku ingin memeluk dan merasakan saat melepasmu lagi. Selamat menempuh umur 5 bulan, untuk kita.”

David Choi – By My Side

Jumat, 11 Mei 2012

New Room

Tulisan pertama saat gue udah nggak nempatin kostan lama gue di Rawamangun yang udah gue tempatin hampir enam tahun sejak tahun 2006. Alasan supaya lebih dekat dengan tempat kerja membuat gue memutuskan untuk pindah ke kostan baru di daerah Lenteng Agung. Awalnya gue nemuin kostan ini waktu si ibu pemilik ngeliat gue dan temen gue kebingungan nyari tempat kost, secara di daerah itu lebih banyak lahan kontrakan. Si ibu akhirnya nawarin ke gue rumahnya. Ternyata, di rumahnya ada satu kamar kosong yang pernah dijadiin kamar kos sebelumnya. Akhirnya, gue tertarik sama tawaran si ibu karena gue anggep kostan kayak gitu bisa ngebuat gue lebih ngerasain suasana rumah.

Saat ini, sudah satu bulan gue nempatin kostan yang baru. Sebenarnya belum benar-benar betah. Gue nempatin kostan yang lama sudah hampir enam tahun, dengan teman-teman yang sudah akrab dan lingkungannya pun sudah gue pahami. Sekarang, gue harus sendirian karena cuma gue yang jadi anak kost di rumah itu, ditambah lingkungan sekitar rumah si ibu yang tergolong padat tapi sepi. Mungkin karena mereka juga bekerja atau apalah. Dua minggu awal adalah masa-masa di mana gue sedang "tidak betah banget." Bukan karena keluarga si ibu yang nggak baik. Mereka baik. Ada ibu, dan suaminya, seorang cucu lelaki berumur enam tahun, dua anak lelakinya, dan sering kali anak dan cucunya yang lain datang mengunjungi. Gue masih sering kangen kostan lama, dan tempat main di sana. Kalau dulu sepulang kerja gue lebih memilih pulang dan beristirahat, sekarang gue lebih sering kepikiran untuk main dulu. Mungkin karena sepinya kostan baru, ditambah satu lagi, agak susahnya nyari tempat makan malam. Oh iya, di dekat kostan baru ada sebuah tanah lapang yang digunakan untuk main bola oleh penduduk sekitar pada pagi dan siang hari, namun saat malam gue agak males lewat tempat itu. Ya, hahaha... Gue agak takut zzzz...

Sejauh ini sih gue mulai merasa betah. Sejauh ini hiburannya ya legolas, komik Conan, dan BB, atau TV ibu kost. Semoga kostan baru gue lambat laun bisa gantiin posisi kostan lama gue *nyengir

Sontekan

Siang ini, pacar kembali minta bantuan untuk meng-gugling jawaban ujian. Kira-kira ini jawaban yang dia butuhkan. 

Perbedaan Static Routing dan Dynamic Routing:

Static Routing
Router meneruskan paket dari sebuah network ke network yang lainnya berdasarkan rute (catatan: seperti rute pada bis kota) . . . . . 

Dynamic Routing
Router mempelajari sendiri Rute yang terbaik yang akan ditempuhnya untuk meneruskan paket dari sebuah network ke . . . . .

Good luck with your exam, hon!