Senin, 15 Oktober 2012

Gelap

Ketika tertidur, aku memilih gelap. Ketika sedih, akupun cenderung mencari gelap untuk mencari ketenangan. Gelap layaknya obat sekaligus pelindung dari segala kepenatan. Gelap bisa memberi sejuk dan sunyi yang mengantarkan ke lelap. Namun, duduk di dalam bis kecil ini, aku melihat jalanan gelap sebagai sesuatu yang ingin kuhindari. Malam ini, tak tahu mengapa aku sudah terlanjur merasa sepi walau tanpa didahului kehadiran gelap. Seperti sudah ada peringatan akan kehilangan. Sekarang aku justru mencari terang dan ramai, agar aku dapat menyembunyikan gelisah di balik mereka yang tak mengerti. Tapi setidaknya aku tidak sendiri. Namun, aku terbangun sejenak dari lamunan yang satu menuju lamunan lain. Kehadiranmu. Kau pernah menjadi temanku satu-satunya di saat aku merasa sendiri, dan di saat lelah datang menguji rasa. Aku berandai bahwa tak akan ada gelap yang menakutkan, bahkan selemah apa pun perasaanku saat itu, apabila ada kau di sampingku. Mungkin kau menjadi teman sebelum akhirnya kusadar kau adalah sinarnya hingga aku tak lagi takut, termasuk saat ini ketika kita akan dipisahkan lagi oleh kepentingan waktu. Aku berada di titik gelisah dan lemah yang menyatu. Menyadari bahwa semua akan kuhadapi sendiri lagi. Namun, ingatan bahwa kita masih bisa 'bersama' untuk saling mengisi di kala dipisahkan jarak, bisa menjadi titik penyembuh walau hati ini belum sepenuhnya kuat untuk melepasmu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar