Sabtu, 20 April 2013

Human is a Human



Ternyata teori-teori biologi, mulai dari yang diungkapkan oleh Darwin hingga teori Kosmis, atau ide bahwa manusia adalah mamalia dan vivipar, tidak mampu menyentuh sebuah fakta bahwa manusia adalah makhluk ultra-peka atau ultra-sensitif. Dua hal tersebut akhirnya membuat manusia menjadi makhluk lemah super-unik. Kenapa disebut ultra-peka dan ultra-sensitif? Karena kenyataannya manusia, saya, Anda, mereka, terkadang sangat peka terhadap yang orang lain lakukan, terutama hal negatif. Aneh rasanya bila kita harus 'mengiyakan' bahwa orang lain lebih tertarik membicarakan kekalahan daripada kemenangan kita, bahkan bila mereka itu sahabat atau keluarga Anda sendiri. Pikir, deh! Dan tanyakan; Apa hal negatif lebih seru dibicarakan? Di sisi lain, manusia menjadi sangat sensitif, hatinya mudah tersinggung dan beubah-ubah.Yeah, human is a human. Mereka indah karena lemah, mereka terkadang sangat 'disfungsional' dan 'complicated', oleh karena itu menjadi menjadi makhluk super-unik. Lagi-lagi, mungkin soal budaya. Saya pikir, beberapa orang di negara lain tidak 'seperhatian' orang Indonesia yang saking perhatiannya sampai bisa menyebarkan berita dengan cepat dari mulut ke mulut. Weird! 

Tapi, sungguh kasihan bila lagi-lagi harus menyalahkan negeri sendiri. Karena tidak semua orang begitu atau bahkan saya sendiri yang seperti itu. Tapi, berbicara hal ini tentu didasari oleh pengamatan sendiri. May God saves us from the other's annoying thinking. 



Aku Mau Kayak Bule


Sebenarnya mau menuliskan hal ini di Twitter, tapi akhir-akhir ini terasa kurang nyaman menulis di micro blogging itu. Mungkin karena sudah terlalu banyak 'bentrokan' pikiran di linimasa yang terbaca. 

Ceritanya begini . . .

Siang tadi, gue kebetulan ada di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Utara. Dengan menaiki Commuter Line dari Stasiun Lenteng Agung, turun di Stasiun Kemayoran, dan menyambung naik angkot arah Senen. Tapi, bukan itu inti ceritanya. Karena suatu kepentingan, gue harus mengantri tiket di salah satu loket yang cukup ramai. Entah ada berapa banyak penduduk Jakarta hingga hari ini yang gue lihat adalah keramaian di mana-mana. Di salah satu loket, gue melihat kawanan turis asing sedang antri. Mereka berjumlah lima orang; tiga lelaki dan dua orang perempuan. Sudah menjadi hukum alam bila ada hal yang tidak biasa akan menjadi daya tarik bagi orang lain (bisa disebut norak). Pengantri lain banyak yang memelototi para turis ini, sedangkan para turis mungkin hanya cuek dan menyadari hukum alam tersebut. Dari security di sebelah gue, gue tahu kalau mereka mau ke Surabaya. Hal yang sangat menggugah gue untuk 'komentar' adalah budaya! Yeah, a culture. Mereka, dengan santainya, hanya memakai pakaian yang sangat sederhana, bahkan masuk kategori belel atau terlalu santai. Para perempuan memakai celana pendek dan kaos tanpa lengan yang membuat pakaian dalam mereka sedikit terlihat (bahkan salah satu memakai kaus berlubang), sedangkan para lelaki pun memakai jenis yang sama, namun versi lelaki. Mereka hanya menggunakan sendal jepit dan membawa satu ransel. Kebetulan saat ini gue lagi membaca The Naked Traveler karangan Trinity, di salah satu bab Trinity bercerita bahwa penyesuain pakaian sangat penting begitu kita tahu ke mana kita akan traveling. Mungkin para bule itu paham bahwa mereka akan datang ke negara tropis yang katanya udaranya hangat. Entah mengapa gue selalu kagum pada gaya mereka berpakaian. Tidak seperti orang Indonesia yang kadang terlalu ribet dalam berpikir tentang apa yang akan dipakai (namun terkadang tetap tidak menarik dilihat), mereka terlihat sangat nyaman dan 'keren' dengan apa yang mereka pakai. Apa karena mereka pede? Atau karena gue yang terlalu memandang semua hal tentang  mereka itu 'wah'? Hal yang pasti, dengan berpakaian seperti itu mereka terlihat keren, namun bila orang Indonesia yang memakai di tempat umum, justru akan dianggap aneh. Mereka, para bule, membuat gue berpikir bahwa kenyamanan dan percaya diri atas apa yang dipakai akan menambah nilai 'bagus' di mata orang lain. 

Selasa, 02 April 2013

Not (Just) about Love Words

Spending some funs without you is like a sequence of white dazzling tooth with a gap
Having a short essentials love talk with you is like a painful wound that already healed
Hope every questions can be understood by your worth explanation on my unimportant curiosity
May God always keep us to fight for an empathy, even the others not

(: