Kamis, 31 Januari 2013

Prime Membalas, Dear Runa

Untuk Sang Battlechanger, Runa.

Hall-O too Ms. Runa or Runabout! Terima kasih atas suratmu yang lalu. Aku sangat senang kamu bersedia menulis walau diam-diam dari pengawasan Deception lain. Bila kamu bertanya bagaimana lenganku, sekarang lenganku baik-baik saja. Saat terluka kemarin aku sempat datang kepada Rodimus Prime, pemimpin kaum kami sebelumnya. Ia terkenal memiliki cara untuk memperbaiki segala kerusakan.

Aku harus mengirimkan surat ini melalui Beachcomber. Dengan posisiku sebagai panglima Autobots, dan badan besar ini tentu saja, maka aku tidak bisa datang langsung ke markas Deception. Mereka akan mengira ini ajakan perang berikutnya. Maaf bila kamu tidak berkenan. Beachcomber sebagai Dune Buggy adalah seorang Autobot mini yang sangat gesit dan terbiasa melakukan kamuflase agar tidak menarik perhatian. Aku harap surat ini sampai dengan selamat padamu.

Soal pengakuanmu, merupakan hal yang tidak terlalu mengejutkan bagiku. Aku hapal hampir semua anggota Deception, bahkan warna dan jenis mereka. Aku pun tahu siapa yang benar-benar haus kekuasaan dan siapa yang hanya terpaksa mengabdi. Kemampuan menghapal dan sistem sensori yang aku punya dapat menangkap siapa pun sosok lawan, termasuk kamu. Kamu adalah robot mungil berwarna merah yang selalu melindungi tuanmu dari belakang sambil terus-terusan menatap ke arahku saat yang lain sibuk melawan. Begitu, kan?

Awalnya aku anggap itu pandangan benci, namun perlahan aku anggap itu sebuah tanda bahwa rasa ini tersambut. Ya, aku akui kalau aku pun mengagumimu sejak pertempuran pertama kita bertemu. Aku pun kerap memandangimu di sela-sela fokus melawan Megatron dan The Fallen. Raut dan pandangan matamu yang aku anggap hangat dan berbeda. Sosok yang tetap kuat menjadi perisai di balik gerak-gerik yang lembut. Kamu memang layak menjadi bagian Autobot, sayang hal itu sulit. Aku menyesalinya.

Jangan berputus asa, Runa (Oh iya, aku sangat suka namamu). Terus bertahan dalam kelompok. Kamu tahu bahwa aku dan Autobots lain sedang mengusahakan perdamaian demi keselamatan bumi, manusia, dan kita bersama. Tak ada yang tak mungkin. Kamu tidak akan menjadi pecahan besi karena rasa itu bahkan tidak pernah salah. Keadaan kita yang membuat segala menjadi sulit. Terima kasih karena telah berani menyapa dan menyambut perasaanku.

Optimus Prime - Freightliner Tractor Trailer, Sang Prime di markas Autobots.

Rabu, 30 Januari 2013

Dear Panglima Prime


Untuk Optimus Prime

Hall-O Prime! Panglima perang dari kawanan Autobots. Surat ini bukan surat ancaman atau ajakan perang. Aku juga bukan mata-mata, apalagi utusan Deception. Ya, memang aku berasal dari kawanan Deception, tapi jangan khawatir.

Panggil aku Runa. Sebuah Luna Esprit yang dua tahun lalu ditunjuk menjadi Battlechangers, selain Runamuck atau Muck. Tak pernah menyangka bahwa aku yang dulu hanya menjadi pujaan di atas panggung showroom, tiba-tiba harus menjadi tentara pemenuh hasrat kekuasaan Megatron dan The Fallen. Menemui kenyataan bahwa aku harus bertempur melawan kalian, Autobots, yang justru melindungi bumi dan manusia. Namun, hal yang lebih tak dapat aku tolak adalah jatuh hati pada pemimpin dari kawanan musuh kami, yaitu kamu, Optimus Prime.

Bagaimana dengan lenganmu? Aku tahu dari Starscream kalau Megatron berhasil merusak sistem sensori pada tubuhmu dengan mematahkan lengan kirimu pada pertempuran terakhir. Bahkan, Bumble Bee ikut cidera hingga Sam Witwicky kewalahan dalam menyelamatkan All Sparks. Beruntung kalian semua, para pahlawan tangguh, berhasil mengalahkan Megatron. Kini, ia sedang tidur panjang di bawah tanah tempat ia tinggal. Seandainya aku dapat memberontak dengan mudah dan menyerahkan diri untuk bergabung bersama Autobots. Paling tidak aku bisa dekat denganmu dan menjadi pelindungmu. Tapi, tidak semudah itu. Bahkan, tidak boleh ada anggota Deception yang tahu akan surat ini. Mereka akan mengirimku kembali ke planet mati tempat pendahulu kami binasa karena keserakahannya sendiri.

Sekarang, aku hanya berharap Megatron akan mengikutsertakanku dalam tiap peperangan melawan Autobots. Walau selalu berdiri di garda belakang saja, aku masih bisa memandangi kegagahan semangat perangmu. Panglima yang kuat, namun berhati lembut pada siapa pun. Kamu memiliki rencana yang matang dan tujuan mulia. Suatu hari, mungkin kita dapat bertemu sebelum aku menjadi kepingan besi yang dihancurkan The Fallen saat ia tahu dan menganggap aku salah jatuh hati. Jaga All Sparks. Selalu!

Dari Runabout – Red Luna Esprit, Sang Battlechangers di tempat yang tersembunyi dari Deception lain.


Selasa, 29 Januari 2013

Lampung (Seberang Pulau)


Dari aku di Ibu Kota, menulis untuk sebuah wilayah di seberang pulau.

Sudah hampir tujuh tahun aku jauh. Tidak terlalu jauh bila lama perjalanan kira-kira delapan jam dianggap sebentar. Sebuah perjalanan darat sekaligus laut, hingga aku benar-benar menginjak tanahmu lagi.

Lahir dan besar di rengkuhan daratan ujung Sumatera yang masyarakatnya heterogen dan mayoritas mencari hidup dengan berkebun. Itu aku. Seorang anak keturunan Sumatera dan Banten, namun justru dianggap orang Lampung asli karena sedari bayi sudah ada di sana. Itu kamu. Sebuah tempat yang menjadi saksi aku tumbuh hingga aku tinggalkan.

Dulu, saat kecil, aku ingat selalu berlari-lari berkejaran dan bermain dengan kawan-kawan saat sore datang. Di belakang rumahku, mengalir sungai yang airnya kecokelatan. Gemericik alirannya merdu dan membuat rindu. Kala siang, suaranya bisa membuat teduh. Kala malam, suaranya membuat nyaman. Udaranya sejuk dan bahkan dingin saat malam, walau sekarang sudah tidak seperti dulu. Langitnya gelap pekat hingga miliaran bintang bisa terlihat nyata, tidak seperti di kota besar yang nyalanya karena lampu-lampu jalanan. Itu semua kamu.

Sekarang desa sudah berkembang menuju kota. Jalanan berbatu menjadi aspal halus. Minimarket tumbuh berbalapan. Becak-becak dengan pengemudi berpeluh berganti ojek dan angkot yang membuat jalanan pasar macet. Sungainya semakin pekat. Siang sudah bukan hangat, tapi terik membuat dahaga. Tapi, aku tetap rindu untuk kembali ke tanahmu lagi. Bagaimanapun karenamu aku tumbuh dan menjadi sekarang. Cerita di tanahmu akan menjadi sejarah masa kecilku. Tempat yang selalu membuat aku ingin pulang. Bertemu rumah induk semangku, keluargaku, dan teman-teman lama yang selalu berbagi cerita. Itu semua kamu, ada di kamu. Lampung, di ujung pulau Sumatera.

Senin, 28 Januari 2013

Orlando


Kepada Orlando di sudut kamar

Masih ingat kenangan (hampir) tiga tahun lalu? Tepatnya tanggal 24 Desember 2010. Malam itu kita pertama bertemu. Diawali sebuah pesta kecil kejutan untuk ulang tahunku yang ke-22. 

Baiklah bila kamu tidak ingat, mungkin kamu marah padaku karena kita sudah jarang berinteraksi. Biar aku menceritakan sedikit kisah pertemuan itu. 

Malam itu sekitar pukul 00.10, ketika waktu sudah masuk ke tanggal 24, aku sudah di kamar untuk mengurusi penyakit mood-swing yang selalu datang tiba-tiba. Yeah, mungkin PMS. Teman-teman satu rumah kost, dengan tak enak hati dan wajah, terpaksa aku tinggalkan di ruang televisi. Aku tahu itu malam pertambahan umurku, tapi tidak ada kompromi untuk kata "badmood".

Ketika sudah hampir mematikan lampu, salah satu dari mereka mengetuk kamar beralasan ingin meminjam buku kuliah. Aku, dengan wajah yang masih muram, membuka pintu dan tiba-tiba di belakangnya tiga orang temanku yang lain datang membawa kue berlilin warna-warni. "Selamat ulang tahunnnn …" kata mereka. Aku sungguh merasa salah karena harus menyambut mereka dengan keadaan hati yang tak mendukung hingga kamu datang. Salah satu teman membawamu yang kala itu tidak terbungkus kertas kado, namun justru karena itu aku langsung tahu sosokmu, dan mood-ku membaik! Kamu sebuah gitar akustik yang sudah lama aku idam-idamkan.

Mengapa namamu Orlando? Karena aku menggemari sosok Legolas dalam film The Lord of the Rings yang diperankan Orlando Bloom. Singkat saja. Sejak saat itu aku sangat bersemangat mempelajarimu, mulai dari membeli buku tutorial belajar gitar hingga membeli "baju" untukmu. Hampir setiap hari aku "merusak" senar-senarmu, berusaha bisa. Walau hanya nada itu-itu saja yang akhirnya keluar. 

Aku mencintai musik dan khayalku kerap muncul saat mendengar musik. Oleh karena itu, aku berharap sekali bisa menguasaimu. Namun apa daya, aku tidak juga kunjung berhasil. Mungkin usahaku kurang keras. Bahkan kini, di tempat aku tinggal yang baru, aku semakin jarang memainkan tubuhmu karena suara sumbang yang mainkan akan mengganggu penunggu rumah yang ramai. Sosokmu hanya berdiri kaku di sudut kamar, berdebu dan makin sumbang karena sudah lama tidak di-stem. Beberapa hari lalu, aku sempat membersihkanmu dan memainkan walau hanya sekejap. Sepertinya sekarang kita sudah semakin tidak cocok satu sama lain ya, Orlando? Padahal, sudah hampir 3 tahun kita bertemu. Maaf.

Ketahuilah bahwa aku tidak pernah berhenti untuk ingin bisa memainkanmu, walau entah kapan. Jadi, berdoalah bersamaku bahwa suatu hari kamu terbaring manis di kedua tanganku, sedangkan aku dengan bangga memainkan senar-senarmu. 

Dari pemilikmu yang terkesan cuek

Minggu, 27 Januari 2013

Pantomim

Untuk laki-laki yang bergerak tanpa suara di Taman Seroja tiap minggu pagi.

Maaf karena diam-diam meletakkan surat kecil ini di genggaman tanganmu. Kamu bahkan tidak berkata apa-apa saat tadi aku melakukannya. Tentu saja kamu tak akan bicara. Kamu sudah mengenalku kan? Paling tidak hapal wajahku yang selalu duduk di bangku kayu panjang di seberang tempat kamu biasa berdiri. Wow! Hari ini cerah sekali. Sedari pagi aku sudah datang untuk menikmati sinar matahari yang meraja memantul-mantul di atas riak air mancur di tengah taman. Kamu, dengan setelan hitam-hitam dan make up putih, ternyata sudah tiba lebih dulu. Menghibur para pengunjung yang mungkin kadang justru tak acuh.

Surat ini kutulis sambil tetap memandang ke arahmu. Kamu yang terkadang berdiri mematung, namun kadang tanpa sungkan naik ke atas pinggiran kolam air mancur. Berlenggak-lenggok lucu dengan puluhan mimik berbeda. Sekumpulan merpati yang berkumpul mematuki butir jagung di sekeliling kakimu menjadi teman. Keringat yang membasahi pelipis tak menghalangimu untuk tetap ceria hingga beberapa dari mereka meletakkan koin-koin ke dalam topi hitammu itu.

Aku tak tahu apa kamu menyadari atau tidak bahwa mata ini telah menjadi pengagummu sejak lama. Toh kamu tidak akan pernah mengatakannya. Tentu bukan karena kamu buta atau bisu. Namun karena pekerjaanmu itu. Aku memang tidak pernah menangkap pendanganmu tertuju padaku. Tapi, aku harap kamu tidak menganggap surat ini terlalu biasa. Sejak ada kamu, keinginan untuk datang ke tempat ini semakin menjadi candu dan keharusan. Ingin sekali rasanya mengenal sosokmu ketika tengah melepas setelan dan topeng putih itu.

Anak-anak tadi, ya maksudku sekelompok anak yang mengerumunimu sambil terbahak-bahak. Kamu lihat wajah-wajah mereka? Semua tertawa bahagia karena tingkahmu. Keberadaanmu sudah memberi arti sendiri di tempat ini, juga di hatiku. Maaf bila terlalu cepat berkata-kata saat kita belum pernah saling mengenal. Paling tidak aku harap kamu selalu ada di sini. Selalu sehat dan bahagia agar dapat terus menghibur siapa pun. Aku juga tentu akan setia melihat penampilanmu, baik dari bangku kayu panjang di seberang tempat kamu biasa berdiri maupun dari titik-titik lain yang tidak akan kamu ketahui.


Salam hangat


Debia, di sudut matamu




Sabtu, 26 Januari 2013

Kapsul Waktu

Untuk seseorang yang sudah rela menggali tanah di kebun belakang rumah sekolah.

Bagaimana rupamu? Tinggi, kurus, dan berambut lurus atau mungil, gembil, dan berambut ikal? Mengapa aku langsung bertanya bagaimana rupamu? Tentu kamu sudah tahu alasannya.

Bagaimana kehidupanmu bersamaku? Apa yang kamu rasakan? Tentu saja kamu berbahagia karena telah membuatku saat ini bahagia. Lalu, anak-anak kita? Mungkin saat ini sudah 3, 5, atau bahkan 7 orang. Kita pasti sudah menjadi ayah-ibu yang terhebat untuk mereka.

Lalu, mengenai sifat keras kepalaku. Semoga kamu saat ini sudah mampu mengubahnya atau paling tidak terbiasa. Siapa pun kamu pastilah wanita hebat yang bisa menjadi pendampingku hingga saat ini.

Bagaimana lukisan-lukisanku hinggat saat ini? Sudah makin berkembangkah kemampuanku? Saat menulis surat ini, jumlah lukisanku hanya lima buah. Jangan-jangan justru kamu memiliki minat yang sama atau ahli pada bidang lainnya, seperti menari mungkin. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi jiwa yang mencintai seni. Aku harap begitu.

Namun, aku tak terlalu kuat berharap soal itu. Hal yang lebih penting tentu saja kesediaanmu menemani dan merawatku hingga detik surat ini kamu baca. Juga pengorbanan setiap hari untuk membentuk keluarga yang sempurna bersama. Terima kasih sudah menjadi ibu yang baik (ya kamu harus begitu) dan istri yang luar biasa, terlebih lagi kamu bersedia menggali tanah hanya untuk menuruti pintaku.

Ya, siapa pun kamu. Ini adalah surat yang kutulis 50 tahun sebelum akhirnya kamu temukan, lalu aku masukkan ke dalam kapsul waktu sebelum ditanam di dasar tanah di kebun belakang sekolahku. Kini, saatnya kamu membaca dan menerima tanda terima kasihku atas kehidupan yang telah kita lalui bersama.


Untukmu, jodoh yang akhirnya kutemui dan kuharap kekal :)

Jakarta, 26 Januari 1963

Kamis, 24 Januari 2013

Kepindahan

Dear Selvy Prawibawa

Halo, tidak terlambat absen di finger scan kan hari ini? Kuharap tidak karena bulan ini HRD kita sedang galak-galaknya.

Selamat ulang tahun, Selvy. Semoga kamu selalu sukses dalam berkarya. Semoga kamu juga mendapat yang terbaik di tempat ini, atau mungkin di sisi-sisi lain dunia yang belum pernah kamu temui.

Maaf bila membuat mejamu berantakan. Aku dengar kamu suka red velvet. Jadi aku membeli sepotong kecil untukmu dan beberapa tangkai mawar merah muda, lalu meletakkan di mejamu sejak pagi. Oh iya, aku tahu dari Sarah kalau kamu mengincar sebuah gelang perak di toko Lolly Mowwy. Aku harap aku tidak salah membeli.

Hari ini aku belum sempat menemuimu, sayang sekali. Ternyata kendaraan sewa yang kupesan datang terlalu cepat, lebih cepat dari kamu. Aku harus segera membawa sisa-sisa barang di mejaku dan langsung menuju Surabaya. Semua sudah siap sejak kemarin. Yah, maksudku tentang kepindahanku.

Senang bisa mengenalmu dan semua teman di kantor ini. Aku harap kita semua dapat bertemu lagi, terlebih denganmu. Mungkin kamu ingin berterima kasih atas kado hari ini dengan menerima ajakanku makan malam suatu hari (just kiding, Sel). Terima kasih atas semua. Semoga kamu selalu bahagia :)


Tertanda

Aldy Mahendra

Rabu, 23 Januari 2013

Chamomile Bumi


Teruntuk teman langitku

Halo gadisku, gadis di negeri asing, negeri bertanah empuk serba putih. Bagaimana harimu?

Hai, apa surat ini selamat sampai tujuannya? Aku was-was surat ini terlanjur rusak dihajar kilat atau diterpa hujan sebelum sampai ke tangan penerimanya. Tapi, aku kembali tenang mengingat semua suratku sebelumnya selalu kamu balas. Kecuali satu surat yang memang tak sampai, bukan karena hujan atau angin puyuh, namun karena ditangkap oleh anak-anak dari kawananmu yang mengira suratku sejenis burung kertas. Lalu, mereka memainkan dan merusaknya begitu saja. Untunglah kamu mengirim surat lebih dulu setelahnya.

Bagaimana makan siangmu hari ini? Apa dengan menu biskuit bulat dari ekstrak jahe langit atau dengan pie apel ungu yang selalu kamu bangga-banggakan itu. Kalau minumannya kamu pasti memilih jus bit dari kebun dewi Nirmala, tetanggamu itu. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan semua panganan tersebut. Kamu pasti senang bukan kepalang, besar kepala bila aku mengatakannya. Di bawah sini, lagi-lagi aku harus makan siang dengan menu bubur gandum dan susu sapi dingin. Tapi, kamu pasti penasaran juga dengan menuku ini. Iya kan? Jadi, kapan kamu bisa turun dan masuk lewat cerobong asap rumahku?

Sore nanti, aku akan membantu Ayah mengambil rumput untuk panganan kuda-kuda kami. Mereka hanya makan rumput segar biasa. Pasti sangat berbeda dengan makanan pegasus-pegasus peliharaanmu. Mungkin mereka makan rumput berwarna emas atau justru biji gandum sepertiku. Aku menyempatkan pergi ke tanah lapang untuk menerbangkan suratmu ini. Kali ini cuaca memang serba biru dan putih. Begitu cerah hingga aku yakin surat ini akan hinggap dengan manisnya di atas kepalamu. Anginnya sangat sejuk dan tenang. Apa dewa-dewa peniup angin di atas sana habis menang berjudi hingga hati mereka sedang senang?

Aku rindu di atas sana. Mengingat kali pertama kita bertemu. Kamu yang sedang turun mencari bunga chamomile bumi tiba-tiba menangkap sosokku yang tergeletak pingsan di tanah ladang, pingsan, dan terluka parah karena diserang kuda-kuda liar hutan. Kamu membawaku ke negerimu. Bulu tengkuk pegasus adalah raja segala obat katamu. Setelah sadar dari tidurku, kamu mengajakku bekeliling negeri awan. Mengajakku berlarian di atas tanah empuk berwarna putih, tanpa takut terjatuh. Mengintip dari sela-sela awan ke bentangan birunya langit. Mendengarkan petuah bijak dari para dewa musim yang bersenandung dari balik sayap-sayap mereka yang mengembang. Lalu, menunjukkan pohon kacang raksasa yang menjalar hingga nyaris menyentuh bumi. Ingatan paling kuat yang melekat di otakku adalah saat kamu menari-nari lembut mengikuti irama yang dibawa angin yang bahkan aku sendiri tak dapat mendengarnya. Menari hingga menerbangkan ujung-ujung gaun putihmu dan menggoyangkan tiara kecil di atas rambutmu. Aku ingat semua detail keindahan yang ada dan mampu membuatku selalu merindukan negerimu.

Halo, gadis di atas awan, di negerimu yang damai dan penuh bahagia. Balaslah suratku ini segera. Aku menunggu tiap cerita yang akan kamu tuliskan. Aku harus segera ke kebun. Sekian suratku kali ini. Salam untuk para dewa musim dan jagalah diri.

Teman bumimu

Selasa, 22 Januari 2013

Akhirnya Buat @AdamLevine


Dear Mr. Adam Levine
On the bed that you never gonna leaved

Backsound: Hands All Over – Maroon 5
Good morning, good day, good life hey Mr. Levine! I’ d like to say “good morning” because it was still 10.34 AM here, in Jakarta, Indonesia. How about U.S? What time is it there? Or you wasn’t there when the link of this letter being mentioned in your Twitter. Maybe you was doing your world tour with the amazing band called Maroon 5. Unfortunately, I couldn’t see your last concert in Jakarta last October. But at least, I’ve seen you all guys in April 2011 for Hands All Over the album promo tour at Istora Senayan, Jakarta. 
 
Sorry for using English in bad grammar, maybe. I know I’m not good in it, but I try just for you. If you mind, may I type such a few sentences with Indonesian language. No matter if you don’t know what its mean. Don’t worry ‘cause it all just will be an admire words about you. Here it is . . .

Backsound: Do You Get My Message – Jason Mraz
Bang, eh Om, eh Mas, rrr Mr. Adam Levine, dulu memang sosokmu tidak terlalu akrab bagiku. Dulu sekali, waktu kamu masih berbadan kurus dan terlihat ‘lil bit nerd di video klip Sunday Morning. Begitu lagu She Will Be Loved keluar (and I love that song mad much), aku mulai kenal dengan kamu dan . . . wow . . . I think the guy in the clip is so quite sexy. Satu hal yang pasti adalah Maroon 5 hampir selalu membuat klip musik yang berisi hal-hal “sexy” di dalamnya, lalu kamu yang menjadi bintangnya. Arghhh . . . so, those girls in your clips were so lucky, rite?

Lain lagi, hal yang cukup khas darimu adalah kaus tipis untuk tidur yang kamu pakai hampir di setiap penampilan atau konser. Ya, kaus putih yang menurutku lebih cocok dipakai tidur (In Indonesian, we called it “kaus oblong”). Berbeda sekali dengan artis-artis Indonesia yang justru sangat mempersiapkan kostum saat tampil di panggung. But, why did you still look awesome with that tee? Do you have so many tees with same model in your suitcase? Would you give me one when we meet? Hahaha . . . imajiku mulai gila, Sir. (I said I started a crazy imagination ‘bout you).

Backsound: Mad – Ne Yo (I know it’s unrelated)
After all, I would like to say thank you for being my idol. When I have a task to write love letter for my idol, I think it’s good to make it for you. You know? I have a jealously boyfried who started his anger when I always flatter you. Hahaha . . . Please send my love to Jesse Carmichael, Mickey Madden, James Valentine, and Matt Flynn too. You guys so rock \m/ (beside loveable of course). Stay sexy and amazing. Don’t forget to bring your “kaus oblong” wherever you go. Then, always make a great songs with your band! You are always be loved.

From: Desi, Jakarta, Indonesia

Senin, 21 Januari 2013

Loveable Peter


Hanya untuk: Peterpan

Fiuh. Akhirnya dengan susah payah aku berhasil juga menulis sepucuk surat ini untukmu. Sulit sekali menulis walau hanya secarik kertas. Sulit karena tangan-tangan yang terlalu mungil ini. Namun sudahlah, aku pikir ini tidak sia-sia. 

Halo, Peter. Apa kabarmu ? Terkejutkah kamu dengan surat ini? Ya, tentu saja karena aku jarang, mungkin justru tidak pernah, berbicara di depanmu. 

Sejak semalam kamu tertidur dan kita berpisah di pondok kecilmu, aku tidak pulang ke negeriku. Aku naik ke atas pohon pinus, mengambil sedikit kulit batangnya, mengeringkannya dengan magisku, lalu meminjam pena bulu milik Wendy untuk menulis kata-kata di atasnya. 

Peter, apa kita bisa bersama selamanya? Bukankah kita hampir sama. Kamu anak yang tidak akan tumbuh dewasa, sedangkan aku peri mungil yang abadi. Ya, walau ada saatnya nanti kita kalah dan mati oleh hal-hal lain di luar itu. Dulu, mungkin tidak pernah aku kira akan jatuh hati dengan sosok pria muda teledor, nakal, dan blak-blakan sepertimu. Namun, perjalanan kita selama ini telah membuatku pada akhirnya terbiasa dan membutuhkan kehadiranmu. 

Tolong jangan beritahu surat ini kepada Wendy atau siapapun penghuni hutan hujan ini. Mereka pasti akan menertawakanku. Wendy pasti akan terbahak-bahak di balik gaun birunya hingga rambut panjangnya itu menutupi wajahnya. Terlebih lagi Fobos dan Dimos, dua kurcaci nakal teman baikmu, mereka lebih jahat lagi karena akan tertawa hingga melempariku dengan biji kenari kesukaan mereka. Simpan saja gulungan kulit pohon kering yang aku sebut surat ini. Simpan di bawah bantal bersama remah-remah kue jahe yang sering kamu makan di atas tempat tidur hingga semut-semut berkerumun di atasnya. 

Kalau kamu memang teman baikku, temui aku malam nanti saat bulan purnama tepat berada di atas kepalamu. Temui aku di kebun apel berbuah ranum milik Tuan Smeggy. Di sebelah utara, ada satu pohon cemara yang harum daunnya. Aku menunggumu di situ. Ingat, jangan ajak siapa-siapa. Jangan pikir ini kencan bila itu memberatkanmu. Anggap saja sebuah pertemuan biasa antara kamu dan temanmu.

Aku mengharapkan kehadiranmu. Sekarang, aku harus pulang ke negeriku untuk memperbaiki sayap kiriku yang sedikit sobek terkena dahan-dahan pinus semalam. Tenang saja, malam nanti semua sudah kembali baik dan jangan lupa pakai topi hijaumu. 

Tertanda: Tinkerbell

Minggu, 20 Januari 2013

Tobi di Sebelah Rumah

Hai, kamu yang saat ini pasti sedang duduk-duduk di taman kecil depan rumahmu. Selamat pagi. Ini surat ke-7 yang aku kirim untukmu. 
Hai, kamu yang pasti masih mengepang dua rambut panjangmu dan memakai sendal Mickey Mouse kesayanganmu.
Hai, kamu yang pasti sedang bermain-main dengan kucing belang tiga peliharaanmu yang manja di atas pangkuanmu.
Mungkin kamu heran dari mana aku tahu semua tentangmu. Ibuku. Dari beliaulah aku tahu segala tentangmu.

Bila kamu bertanya sejak kapan aku memperhatikan perilakumu, maka itu terjadi sejak sepuluh tahun lalu saat kita masih sama-sama remaja. Saat di mana semua yang aku miliki masih sempurna dan semua hal dapat aku lakukan sendiri. Sejak kepindahanku ke sebelah rumahmu sepuluh tahun lalu aku sudah mulai mengenalmu. Kala itu aku, setiap pagi sebelum berangkat sekolah, selalu menyempatkan diri tersenyum di balik tembok pembatas rumahku dan rumahmu. Menikmati garis wajahmu yang cerah ditimpa sinar mentari pagi. Menyaksikan gerak-gerikmu untuk beberapa menit hingga Ibuku berteriak agar aku segera berangkat ke sekolah. 

Hai, kamu yang suka memakai rok putih di bawah lutut. Bila kamu menebak bahwa aku menyukaimu, maka kamu sepenuhnya benar. Mata ini yang tiap hari tidak ingin melewatkan pemandangan indah di sebelah rumahku, yaitu kamu, akhirnya menitipkan bayanganmu dalam pikiranku setiap malamnya hingga tak sabar aku menunggu pagi. Semua itu indah, aku rindu saat-saat itu. Saat di mana masih bisa menikmati indahmu lekat-lekat. 

Betapa sedih ketika aku dengar kabar bahwa sudah seminggu kamu sakit. Ibu bercerita kamu sakit karena sedih selalu diperolok oleh teman-temanmu sendiri. Mereka yang hanya melihatmu dari segi kesempurnaan fisik. Padahal, kamu hanya ingin mendapat kesempatan bersekolah dan hidup layaknya mereka yang sempurna. Aku mohon jangan sedih lagi. Jadilah kuat agar kamu dapat menjadi penguat orang lain. Walau kamu tidak dapat mendengar, tapi kamu bisa selalu menjadi yang sempurna bagi orang lain. Lejitan-lejitan kebaikan dalam hatimu mampu menyempurnakan dirimu. Gumaman mimpi dan keceriaan dari bibirmu menjadi obat bagi dirimu sendiri. Karena itu, capailah semuanya tanpa harus terganggu omong kosong siapa pun.

Bersemangatlah selalu. Semangatmu itu akan menular. Jangan menangis karena tidak sempurna. Setiap orang dilahirkan dengan jutaan kesempatan. Berbahagialah karena hidupmu berharga. Semoga suratku dapat menjadi salah satu penghiburmu, atau justru mengganggumu hehehe . . . Ibuku yang membantu untuk menulis surat-surat ini. Memang memalukan harus menulis surat cinta dengan bantuan orang lain. Ibuku tak henti menggodaku sejak pertama aku memintanya untuk menuliskan apa yang aku katakan, hanya untukmu. Walau malu, tapi keinginanku untuk membuatmu kembali ceria justru lebih kuat. Yah, andai aku masih seperti dulu saat masih bisa memandangmu. Kini, kedua mataku tidak dapat berfungsi normal lagi sejak penyakit glukoma menyerang tubuhku tiga tahun lalu. 

Berdirilah lagi. Aku berharap masih bisa merasakan kehadiranmu setiap pagi walau tidak mampu memandangmu. Suatu hari, mungkin kita dapat saling berbicara dan menghidupi. Lucu rasanya belum pernah mengobrol dengan seseorang yang sudah tinggal bersebelahan sejak sepuluh tahun lalu. Semangat ya! Semangat!!!

Untuk: Vania yang cantik
Dari: Tobi di sebelah rumahmu

Sabtu, 19 Januari 2013

Permen Pelega Tenggorokan untuk Guitara

Bagaimana penampilanmu hari ini, Tara? Aku lihat tadi semua orang bertepuk tangan untukmu, bahkan beberapa orang di barisan terdepan sontak berdiri berdecak kagum begitu kamu selesai menyanyi. Tidak heran, aku pun yang selalu berdiri di belakangmu tak henti terpukau sejak awal kamu bernyanyi. Untung saja nada yang aku bawakan tidak ada yang salah terselip karena terlalu terpaku pada sosokmu. Walau terdengar kabar bahwa kondisi kesehatanmu sedang tidak stabil, namun kamu tetap dan selalu melakukan yang terbaik.

Setelah selesai acara, aku sempat mengintip apa yang kamu lakukan di ujung panggung. Seperti biasa kamu sedang dikelilingi wanita-wanita penggemarmu. Kewalahan melayani permintaan mereka untuk ber-foto bersama, menandatangani kaus mereka, atau hanya sekadar menyalami tanganmu yang membuat mereka berteriak-teriak kegirangan. Tapi, aku bukan seperti mereka itu. Aku adalah sosok yang sudah lama memendam rasa kagum khusus. Menyadiakan relung tersendiri untuk dirimu, sehingga rasa itu berkembang dan menghangat dari hari ke hari. Jadi, jangan anggap surat ini sebagai surat penggemar biasa.

Kamu tidak akan tahu betapa membuncah rasa bahagia saat beberapa hari lalu aku mendapat kabar bahwa hari ini kembali akan tampil satu acara denganmu. Kembali berdiri satu panggung, bernyanyi bersambut-sambutan denganmu, terkagum-kagum di tempatku berdiri walau hanya memandang punggungmu. Tapi, tak masalah karena sesekali dirimu berinteraksi dengan seluruh orang yang ada di ruangan, termasuk aku. Saat di mana matamu menyapa, di saat itulah terasa ratusan detakan cepat di dalam dadaku. Tapi kamu tidak akan pernah tahu bahwa dari ribuan orang yang kamu pandang, akulah yang dengan berani malam ini menulis surat yang kini kamu baca.

Sejujurnya aku bahagia selalu bisa ada di dekatmu. Hal yang pertama aku lakukan ketika kita selesai bernyanyi adalah berdoa agar kita bisa tampil satu panggung lagi. Kelabakan memikirkan pakaian dan dandanan adalah hal yang biasa, padahal aku tahu semua akan disiapkan oleh pihak acara. Apa kamu pernah merasa selalu ingin tampak sempuran seperti ini, Tara? Walau aku tahu hanya satu per sepuluh kemungkinan kamu akan menatapku, tapi aku tak peduli. Aku hanya ingin dilihat dan terlihat, ingin kembali merasakan tatapan matamu yang selalu menunjukkan suasana lagumu. 

Aku berharap semoga surat ini sampai di tanganmu dengan selamat, tidak keburu dibuangn oleh petugas kebersihan ruangan atau mungkin oleh ahli tata rias dan busana yang berlalu lalang di ruang gantimu. Semoga juga suratku ini tidak didahului oleh surat-surat lain yang dikirim oleh penggemarmu. Maaf sudah lancang masuk ke ruang ganti dan menaruh surat ini. Ini ada sebungkus permen pelaga tenggorakan. Semoga kamu segera sehat dan dapat bernyanyi kembali, Guitara. 

Notes: Semoga aku dapat mengiringimu pada penampilanmu yang berikutnya. 

Dari: Salah satu penyanyi latarmu. 

Kamis, 17 Januari 2013

Jatuh pada Tempat yang Salah

Untuk: Prajurit Terkuatku

Love, bagaimana keadaanmu hari ini?  Di balik semua hal buruk aku harap kamu selalu selalu sehat. Bagaimana makananmu? Apa mereka memberimu yang terbaik? Bagaimana udara di sana? Terlalu dinginkah?

Aku merindukanmu, Vincent. Entah sampai kapan kita harus seperti ini. Rasanya tidak pernah ada lagi tidur malam yang nyenyak sejak kita terpisahkan. Bagaimana bisa aku tidur di atas kasur empuk, sedangkan engkau tidur beralaskan lantai batu yang dingin. Setiap tengah malam dengan mata menghitam, aku mengintip keluar berharap kamu baik-baik saja.

Aku yakin kamu merasakan juga kesedihanku. Satu pun tak ada kabar berita yang mereka sampaikan tentangmu. Semua hanya peduli pada perintah Ayah, tidak dengan kita. Beruntung aku masih diizinkan menengokmu, walau hanya dari pintu atas ini.  Ingin sekali rasanya membuka pintu kayu pembatas yang berat itu dan turun masuk melihatmu. Aku ingin memeluk tubuhmu. Tubuh gagah berbalut pakaian kebesaran. Tubuh yang penuh luka atas pengabdian pada kekuasaan Ayah. Namun apa yang kamu dapat. Maafkan aku. Aku rindu wangi kulitmu. Wangi siang dan keberanian.

Kini, aku menulis surat ini sambil terduduk di atas pintu kayu pembatas. Aku bisa saja mengangkat pintu berat ini. Namun, para prajurit yang tahu aku selalu datang setiap pagi buta telah mengunci rapat-rapat pintu ini. Kejam sekali mereka. Apa mereka tidak pernah merasakan cinta? Apa mereka mengesampingkan perasaan hanya karena ketakutan pada perintah Ayah? Maafkan aku, Vincent. Aku hanya bisa duduk menangis di sini, bersandar pada dinding-dinding besar dan angkuh. Dinding dingin dan pucat yang seperti turut menghakimiku. Bahkan, aku tidak tahu apa para pesuruh yang setiap pagi mengantar makanan untukmu benar-benar menyampaikan surat-suratku untukmu. Aku sungguh ingin tahu keadaanmu. Tolong balaslah salah satu suratku. Aku mohon.

Aku tahu kamu kuat. Tidak hanya tubuhmu, namun juga hati dan tekadmu. Itulah mengapa Ayah memilihmu menjadi prajurit yang selalu berkuda di lini depan saat berperang. Baktimu untuk kerajaan sangat besar. Hanya saja karena hatimu jatuh pada tempat yang salah, maka kita harus seperti ini. Aku tidak menyalahkan apa yang kita rasakan. Tidak akan kumatikan rasa ini. Kamu tahu aku mencintaimu dengan berani sama seperti kamu yang berani untuk memilihku.

Love, andai aku dapat menggantikan posisimu. Kini, apalagi yang kita miliki selain doa dan harapan. Semoga kamu selalu dilindungi. Semoga kamu selalu kuat walau kita tidak pernah saling sua. Rasakanlah doa-doaku, tangis-tangisku, dan juga hangat-hangatnya aliran darah dari ujung jariku yang pernah kamu sentuh dulu. Rasakan juga kehadiranku di sini, di atas sini, sebelum matahari muncul di balik awan setiap hari.

Aku mencintaimu dengan berani, Vincent, Prajurit terkuatku.

Puteri Annabell

Rabu, 16 Januari 2013

16 ke-20

Mungkin tidak pernah membayangkan akan ada 610 hari untuk 423 km - @desimanda

Pagi ini gue sempatkan menghitung jumlah hari dari 16 Mei 2011 hingga 16 Januari 2013. Dua puluh bulan, 610 hari.

Selamat bulan ke-20. Selamat, terima kasih, dan mohon maaf atas semua. I adore you @argoletsgo :)

Surat untuk Musik

Kamu yang selalu ada di saat aku butuh, bahkan saat aku tidak meminta
Ini surat buatmu . . .

Hari ini aku kehilangan kesempatan untuk bersamanya
Aku, dengan gontai, memang harus pulang dengan kekalahan di pundakku
Layaknya sebuah kidung, kisah kami pasti akan ada akhir
Kamu tahu aku menyesal
Semua alasan yang aku telah ucap, tak berarti walau hanya sedikitnya saja

Lalu, malam ini kamu menemaniku seperti biasa, bahkan saat aku tidak meminta
Mengatakan ribuan kata yang mengalun, menghibur dengan caramu sendiri
Kata yang membuat aku terdoktrin untuk mendengar, walau kadang sedih, namun kadang tersenyum
Semua yang kamu perbuat menurutku adalah sebuah trik pikiran
Lantunan suara yang kamu bawa tak jarang membuatku terikat dalam rekam memori

Magis? Apakah itu kuasa yang kamu miliki?
Kuasa yang mampu mengangkat diriku ke permukaan atau justru tenggelam lebih dalam
Kamu berkata, "Kita akan menemukan cinta lain hari, coba bangun dan perbaiki diri."
"Menarilah ikuti langkahku, aku akan membimbingmu karena inilah hal yang tepat untuk kita"
Lalu, seperti diatur dari alam bawah sadar, maka aku akan lupa apa itu kesakitan

Hai, kamu yang selalu ada, bahkan saat aku tidak meminta
Hal yang selalu aku cari saat semua tidak sejalan dengan harapku
Akankah kamu selalu memenuhi rongga telingaku dan meramaikan rima hidupku?
Bisakah kamu tak peduli untuk selalu menemaniku dengan miliaran nada yang kamu suguhkan?
Sungguh, walau aku tak pernah mengatakannya, tapi tak dapat terbayangkan bila tanpamu

If there's music in the night, and it's really, really right, it's the only thing oh I need . . .
It intoxicates your mind, all your troubles left behind, so come on and take my lead . . .
It's not just me who feels it, music plays a mind trick . . .
Watch me forget about missing you . . .


Ya! Sepagi ini pun kamu sudah berpetuah
Kutipan-kutipan penguat untukku teracik sempurna dalam dirimu
Tentu saja, aku akan melupakan apa yang memang harus dilupakan
Dan saat itu, kamu akan melihat bahwa aku akan melewati semuanya
Terima kasih atas keberadaanmu, dear musik . . .

Selasa, 15 Januari 2013

Selebtwit, Pujanggatwit: @zarryhendrik

Proyek #30HariMenulisSuratCinta oleh @poscinta, hari kedua.


Mendapat tema "menulis surat cinta untuk selebtwit yang menginspirasi" membuat aku, pemilik akun blog ini, sempat bingung menentukan siapa selebtwit yang akan  aku pilih. Namamu, entah mengapa, aku pilih. Padahal, memilih nama Zarry Hendrik sama saja dengan berusaha menulis untuk yang lebih mampu menulis.

Aku memang mengenalmu karena tahu dari orang lain. Berawal dari melihat kutipan teman-temanku akan kata-katamu, aku kemudian membuka tulisan-tulisanmu yang ternyata memang ... wah ... piawai sekali kamu mengguratkan kata demi kata, menjadi kalimat manis dan pahit. Guratan yang menggambarkan isi pemilik hati, baik itu kamu sendiri atau siapa pun. Kata-kata yang dengan jalangnya berhasil memukau mereka yang hampir mati atau kemudian hidup lagi karena rasa ber-title kasih dan sayang. Hasil pemikiranmu tampaknya selalu memilik tempat sendiri di hati yang bertasbih pada-Nya karena anugerah bernama cinta. Memberi warna, baik hitam maupun merah. 

Kembali lagi, menulis untukmu sama saja dengan mempersembahkan makanan seekor semut kepada seekor pejantan parkit yang pandai berkicau nyaring. Tapi, aku bisa berkata bahwa kamu memang sudah menginspirasi. Membuat aku sadar bahwa istilah cinta memang tidak akan pernah habis dibicarakan. Membuat aku yakin bahwa sejauh apa pun kita pergi menaiki mesin waktu, kelemahan sekaligus kekuatan akibat cinta itu tak pernah usang karena memang Tuhan menghendaki kita merasakannya sebagai media pendewasaan diri. 

Terima kasih Zarry atas kata-katanya yang telah menguatkan sekaligus melemahkan tiap hati yang ada.