Rabu, 16 Mei 2012

Empat - Terbenam

            Sambil menekuk wajah kau tampak panik mengejar gerak roda-roda sepeda yang terus kukayuh dengan sangat cepat. Walau tak berkata, aku tahu kau memintaku untuk menunggu. Aku hanya tertawa dan tak menghiraukan wajah kesalmu. Hey, marilah bersenang-senang hari ini, sayang! Beberapa kali sepedamu tampak hampir mengalahkan laju sepedaku. Namun, aku tertarik untuk terus menggodamu sehingga tidak sedikitpun memperlambat kayuhan.
Di sisi kanan kita, mulai tampak hamparan pasir putih kecokelatan yang seolah membungkus rata genangan air berwarna biru bercampur hijau. Beberapa batang pohon kelapa tumbuh dan menjatuhkan buahnya ke atas pantai, sedangkan di sisi utara sebuah pulau kecil melongok turut memperindah keadaan. Aku kembali memandangmu di belakang, tampak wajahmu mulai berseri melihat keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Tapi maaf, aku tak berniat mengizinkanmu menang mencapai tujuan lebih dahulu sore ini. Tentu saja karena kita mengejar waktu untuk satu hal yang sama; tenggelamnya matahari.
Kilau cahaya dari besi berwarna kuning dari sepedaku memancarkan sinar saat ditimpa sinar senja. Teduh dan tenang. Mengingatkanku akan sepasang matamu; pemilik hatiku sejak 8 bulan yang lalu, tepat di tanggal ini. Bahkan, bila boleh berlebihan, kehangatan udara di sini akan tetap bersaing dengan rasa hangat kasih yang telah kau beri selama ini.  Andai ada yang dapat kulakukan untuk menggambarkannya. Aku sesungguhnya ingin berterima kasih. Tapi ingatlah, aku tidak akan membiarkankan kau mendahuluiku sore ini untuk matahari itu. Ayolah, bersenang-senang!
Sepuluh meter menjelang tempat yang kita tentukan, aku tersadar akan suatu ide dan berubah pikiran. Aku memperlambat ayuhan kaki yang memang sudah lelah. Tak lama kau tiba di sampingku dan terheran, namun tetap mendahuluiku. Tentu saja karena kita mengejar hal yang sama. Aku tahu kau paham maksudku.
Kau tiba dan berhenti lebih dulu. Meletakkan sepeda dan tidak langsung mencari matahari, namun berjalan ke arahku dan menungguku berhenti. Kau menyambar begitu saja kedua tanganku dan menariknya ke belakang tubuhmu. Ya, inilah tujuanku membiarkan kau tiba lebih dulu. Sepedaku terjatuh begitu saja ke atas pasir. Dengan tetap mendekapku berjalan ke sebuah titik. Dari sana tampak jelas sepenggal matahari yang sudah hampir tenggelam. Kau tertawa ringan melihatnya dan kemudian menatapku penuh rasa yang tidak bisa digambarkan.
“Kau lelah?” Tanyamu.
“Tidak, setelah berada dalam lingkar kedua tanganmu seperti sekarang.”
Kening kita saling bersentuhan saat aku berkata lebih dahulu:
 “Happy anniversary. Thanks for being mine.”

Nidji – Light of Love

Tidak ada komentar:

Posting Komentar