Rabu, 16 Mei 2012

Satu - Detik dan Detak

            Duduk di ruangan berwarna jingga. Tidak ada yang dapat kudengar selain detik jam yang beriring dengan detak jantung. Aku menempelkan telinga ke dinding dan berusaha mencari suara lain. Ramai, tapi bukan nyata. Ramai, namun maya dalam ingatanku. Detik terasa lambat seperti menunggu sembuh saat sakit. Begitulah aku, si penurut yang tidak pernah membangkang, saat menunggu satu tahun untuk menemuimu lagi.
Sekelebat bayangmu dengan wajah sedih hadir. Aku masih merasakan hangatnya air mata yang kau biarkan jatuh dipundakku. Masih terasa, hangat dan eratnya dekapan saat kau terisak dan aku meredakannya. Merupakan masa yang mengagumkan, saat kau percaya bahwa aku dapat menjadi terbaikmu. Ya, inilah aku, si penurut yang tidak akan berkeras diri, kecuali dalam satu hal, menginginkanmu.
Bagaimana kumelihat kau saat terakhir kita berdiri berdekatan. Seandainya ujung-ujung jemariku yang menyentuh kulitmu dapat berkata, mungkin tidak akan sesulit ini sekarang. Sebutlah aku gila, tapi ini nyata. Nyata karena kau membuatnya.
Saat ini, seolah air matamu di pundakku belum kering, aku menyentuhnya dan berkata: “Bisakah 365 hari itu dipercepat? Aku ingin memeluk dan merasakan saat melepasmu lagi. Selamat menempuh umur 5 bulan, untuk kita.”

David Choi – By My Side

Tidak ada komentar:

Posting Komentar