Kamis, 08 Maret 2012

Berkata

Selamat pagi, Tuan Muda. Aku harap kau sudah bangun. Bisakah kau menemaniku ke toko buku pukul 11 siang ini?

Sebuah pesan singkat yang masuk ke kotak masuk pesan di ponselku beberapa detik setelah aku menghidupkannya. Saat ini aku berada di toko musik langgananku sekadar untuk melihat atau membeli beberapa buah pick. Sudah pukul 11.45 saat ini. Aku memang salah sudah bangun terlalu siang hari ini dan lebih salah lagi karena baru ingat untuk meng-aktif-kan kembali ponselku sejak semalam. Selang beberapa detik, sebuah pesan kembali masuk:

Aku pikir kau sedang tertidur panjang karena lelah. Jadi, kau tidak usah repot siang ini. Aku pergi bersama Eda. Selamat beristirahat.

Setelah menemukan dan membayar benda yang kuminati; sebuah benda berbentuk segitiga sama kaki, berwarna abu-abu dan hitam; terbuat dari bahan tortoishell (bahan yang terbuat dari cangkang penyu), aku bergegas melewati pintu kaca toko dan berjalan cepat keluar. Beberapa blok harus kulalui seandainya aku ingin mencapai satu-satunya toko buku terlengkap di kota ini, toko buku yang selalu dikunjunginya. Cukup jauh. Oh, maaf Nisya. Hari ini aku seolah tak ada bagimu. Aku kembali menyesali mengapa tak bisa menemaninya saat dia butuh.

Aku berjalan melewati berbagai toko di sepanjang trotoar jalan. Langit di atas kepala mulai tampak berat dan gelap. Angin bertiup dari belakang kepalaku. Seketika aku menggunakan long coat  yang sengaja aku bawa atas prediksi cuaca buruk akhir-akhir ini. Belum sampai di ujung blok pertama dari empat blok yang harus kulalui, hujan turun, rintik lalu deras. Aku mencari toko terdekat yang memiliki kanopi di depannya agar dapat berteduh hingga hujan tak terlalu deras. Semoga pemilik toko tidak keberatan. Ujung sepatu kulitku menyentuh genangan kecil air hingga menciptakan beberapa riak yang membasahi celana yang kukenakan. Dan aku berteduh, berharap langit memberi aku kesempatan menemuinya. Aku menyeka titik-titik air yang menyentuh lensa kacamataku, mengenakannya lagi, lalu memandang tanpa arah.

Sekitar hampir setengah jam, hujan mulai takluk oleh sinar matahari. Walau masih menyisakan rintik dan angin dingin, aku memutuskan tetap pergi ke toko buku. Kurapatkan long coat dan berjalan cepat menyebrangi jalanan yang cukup sepi siang itu. Barisan gedung tinggi dengan gaya klasik dan didominasi warna coklat menjadi pemandangan saat aku setengah berlari. Bangunan-bangunan dan warna ini selalu mengingatkanku akan suasana ketika kami pergi malam itu, menghabiskan sisa malam dengan secangkir kopi dan alunan bazzanova. Entah sakit, entah rindu. Ada rasa yang pelan-pelan berputar dalam diriku. Terlebih mengetahui bahwa aku tak dapat menemaninya, lalu dia harus pergi dengan sahabat karibnya itu. Nisya mungkin kecewa, lalu meragukanku. Aku berhenti karena bunyi pesan di ponselku.

Maaf bila merepotkan, Ryry. Aku sudah menemukan apa yang kucari dan sudah pulang. Kau tidak usah datang ke toko itu.

Bolehkah aku datang ke rumahmu malam ini? Balasku

Oh, tentu saja. Jangan terlalu malam kuharap.

Ya. Ada sesuatu yang akhir-akhir ini makin menggangu pikiranku, dan aku harap kau bisa membantuku memecahkannya.

07. 30 P.M

Dia menghampiriku dengan pelan. Tak berusaha menyuruhku masuk, namun hanya memandang lurus. Aku pun hanya berdiri di tempat yang sama.

“Nona, bisakah kau beritahu. Apa yang mengganggu perasaanku saat tahu kau pergi dengan orang lain, atau beritahu aku apa yang sedang kita jalani dan tuju saat ini?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar