Kamis, 02 Februari 2012

Penunggu Hujan

....Sebuah cerpen lama yang baru ditemukan dari dalam folder....


Minggu pagi ini, Rea duduk di pinggir jendela besar di kamar mungilnya. Kamar dengan cat biru muda dan tatanan apik. Merupakan sebuah kesenangan tersendiri bagi Rea, saat di mana dia bisa duduk di atas meja kecil di pinggir jendela kaca besar saat hujan turun. Duduk dengan ditemani secangkir hot chocolate dan sweater over size warna plum kesayangannya. Jendela kaca dengan gorden putih berhias sulaman ibunya. 
Sedikit demi sedikit, isi di dalam gelas besar itu pun habis. Namun, hujan belum kunjung reda. Malas pergi ke dapur untuk membuat segelas lagi, Rea memutuskan untuk mendengar alunan jazz dari music player yang ada di sampingnya. Perfect, begitu pikirnya. Di saat begitu banyak orang yang membenci hujan, Rea justru tidak bisa lepas dari momen saat hujan turun. Baginya, hujan adalah sebuah misteri yang dapat menghapus rasa sakit dan menjadi penyembuh beban.
Sebuah SMS menghentikan lamunan Rea sesaat. Pesan singkat dari Obi, teman dekatnya di sekolah. Secepatnya Rea membaca isi pesan tersebut dengan hati berdebar. Kehadiran tetes air di luar jendela bahkan terlupakan olehnya. 
Re, besok gue liat PR matematika lo ya. Oke mbel.. hehe..
Rea tercenung saat membaca pesan itu, Mbel alias Gembel, itulah panggilan Obi untuknya. Panggilan akrab sekaligus jahat baginya. Tapi, tak apalah, justru itu yang dia tunggu dari Obi. Bahkan, Rea ganti membalas panggilan tersebut dengan sebutan kupuk atau plesetan dari kupluk karena seringnya Obi memakai topi kupluk ke sekolah. Rea juga tak tau sejak apa alasan di balik panggilan gembel dari Obi untuknya, tak mengapa, asal Obi suka.
Oke, pluk, besok gue kasih tau, tapi bawain gue cokelatnya yah. Ga ada yg gratis kali : 
Obi membalas. Gumam Rea…
Hehe…
Kembali Rea menikmat alunan suara yang keluar dari music player-nya. Sisa hujan masih menetes, hampir tergantikan oleh cahaya matahari yang datang tipis-tipis di balik hujan. Sinar yang perlahan masuk ke jendela kaca besar di kamar Rea. Perlahan, sinarnya yang menyilaukan membuat Rea beranjak dari duduknya, beringsut kembali ke dalam selimut tebalnya. Cuaca di luar masih mengantarkan udara dingin ke dalam kamar Rea. Masih bisa males-malesan, sampai jam 10 deh, baru mandi. Pikir Rea.
Selesai mandi, Rea kembali di depan notebook-nya. Duduk di atas karpet bergambar Tazmanian Devil kesayangan. Ia mulai membuka tugas yang harus dikerjakan untuk dikumpulkan besok. Tugas matematika yang tadi dibicarakan dengan Obi. Masih ada sisa tiga nomor belum terselesaikan. Harus terselesaikan hari ini agar besok Obi bisa melihat. Yah, Obi sebenarnya anak yang cerdas, hanya saja, seperti kebanyakan anak lelaki yang lain, mereka terkadang sangat malas untuk belajar dan mengerjakan PR.


Senin pagi, di sekolah. Dua puluh menit sebelum bel masuk berdering. Biasanya, jam segini kelas cenderung masih kosong, namun seperti biasa, bial menjelang ujian atau ada tugas yang harus dikumpulkan, sepagi ini kelas sudah ramai oleh siswa yang saling mengerjakan tugas bersama.
"Eh, Re.. Udah dateng aja lo. Pasti buat nyontekin gue ya? Liat dong liat. Dari nomor 1 sampe selesai ya. Please…."
"Huh, giliran ada PR dateng pagi banget lo Bi. Nih, udah beres dan mana cokelat untuk gue?"
"Iya iya, perhitungan banget deh lo sama temen. Nih cokelat lo. Siniin PR lo."
Sekejap Obi langsung memindahkan jawaban dari buku tugas Rea ke dalam bukunya. Rea sangat menyukai raut wajah Obi saat sedang serius seperti ini. Tampak lebih pintar, pikir Rea. Obi yang menyenangkan. Obi yang penuh humor dan banyak teman. Tidak seperti Rea yang hanya nyaman dengan beberapa orang saja, Obi cenderung gampang memilih teman. Obi yang pemalas. Obi yang selalu memakai topi kupluk untuk menutupi rambut ikalnya. Sejak lama, Rea menginginkan Obi, entah sampai kapan. Mungkin hanya sampai batas persahabatan saja kemungkinan yang akan tercipta. Rea selalu berharap. Di luar kelas, hujan rintik-rintik turun ke bumi. Untuk kesekian kalinya, Rea terpukau oleh ribuan tetesan air yang menjatuhi tanah… 
Siang hari, sepulang sekolah…
Re, ikut gue bentar yuk, temenin gue ke toko buku. Ada buku Fisika yang perlu gue beli, kan lo yang banyak tau referensi…
Hah? Hmmm..
Pulang ke rumah gue anter.
Oh, oke ayok.
Kini, duduk di atas motor dan di balik punggung Obi. Rea sesekali memperhatikan sosok yang ia kagumi itu dari belakang. Berulang kali Rea tersenyum. Untuk kesekian kalinya Rea dapat duduk di atas motor Obi. Beruntung pikirnya. Semoga suatu saat, ia dapat merasakan momen itu saat ia berstatus bukan hanya sebatas teman bagi Obi. Rea menunggu. Kini, sudah tahun kedua mereka berteman dan merupakan satu tahun terakhir Rea menyimpan sebuah rasa yang kuat.
Di balik display buku-buku pelajaran…
Re, udah dapet nih buku yang lo saranin. Buku ini kan?
Oia itu. Ya udah gih sana ke kasir. Gue tunggu di pintu ke luar ya..
Selang beberapa menit…
Re, gue traktir yuk. Mau ngemil apa lo? Apa mau makan siang lagi? Abis itu, baru gue anter pulang.
Di sebuah sudut kafe kecil ini sekarang mereka berdua duduk. Rea memegang erat secangkir hot chocolate favoritnya, sedangkan Obi tampak asyik dengan segelas besar lemon tea. Di depan mereka sepiring kudapan hangat tersedia, menunggu, karena kini tampak hanya kebisuan di antara mereka. Hingga akhirnya Obi membuka pembicaraan.
Dorr… Diem aja lo Re. Gue mau cerita nih.
Hehe.. Cerita aja Bi. Hot chocolate-nya enak sih.
Eh, tapi  kayaknya mendung. Mending gue anter lo pulang dulu deh. Cerita bisa kapan-kapan. Buruan abisin minuman lo. Makanannya juga nih…
Obi mengantar Rea hingga tampak gerbang rumah mungil yang kamar-kamarnya dihiasi jendela kaca besar. Rea turun dari motor dan memandang Obi.
Makasih ya Bi atas traktiran lo hari ini. Oia, lo belum sempet cerita loh.
Obi tersenyum…
Harusnya gue yang say thanks. Lo udah nemenin gue ke toko buku. Oia soal tadi.. hmmm besok aja deh gue ceritain lengkapnya. Intinya hanya...gue mau cerita kalo gue..kayaknya…suka sama Nay. Lo kenal Nay kan, anak kelas 3 IPS 2 itu? 
Rea hanya memandang Obi…
Ah, besok lagi deh ceritanya. Bisa di sekolahan. Mau ujan juga, lagian udah sore. Udah ya gue pulang. Bye Rea…
Masih bisa Rea memandang kepergian Obi dengan motornya hingga sosok itu tak tampak lagi. Ternyata, hal itu yang ingin Obi ceritakan dan besok semua akan dimulai. Hari-hari yang mungkin akan penuh dengan keantusiasan Obi akan sosok Nay. Semua akan Rea dengar langsung dari mulut Obi. Obi yang menyenangkan. Obi yang selalu memakai topi kupluk untuk menutupi rambut ikalnya. Sejak lama, Rea menginginkan Obi, entah sampai kapan. Obi yang sejak dulu dan selamanya mungkin hanya menjadi sahabat baginya. Seperti biasa, Rea hanya bisa terdiam. 
Kalau memang itu yang lo inginkan Bi, baiklah, besok ceritakan semuanya…
Sekejap Rea memegang gagang pintu rumahnya. Namun, sejenak ia menundanya. Di luar rumah, hujan mulai turun. Hujan yang sejak tadi dibicarakan Obi. Hujan yang selalu Rea sukai. Memandang langit mendung yang tanpa batas, Rea menunggu. Menunggu hujan turun semakin deras, ternyata tidak selama menunggu perasaannya kepada Obi akan terbalas. Namun, Rea tersenyum, sekaligus menangis. Ia datang menghampiri rintik hujan. Menyentuh airnya tetes demi tetes dengan telapak tangannya yang mungil.
Temani aku terus hujan. Samarkan air mata ini. Setidaknya, sampai rasa sakit ini reda…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar