04.00 P.M
Aku meletakkan novel tebal yang sedang ku baca ke atas meja. Sudah 13 Bab dari 20 Bab yang harus ku habiskan. Aku melepas kacamata dan memijat ke dua ujung pelipisku. Udara di luar meniupkan wangi rumput dan pepohonan, masuk malalui sela-sela jalan angin di atas pintu ruang depan. Aku memandang layar ponsel, belum ada balasan pesan. Sejak kata-kataku seminggu yang lalu, agak sulit memperoleh kabar dari lelaki satu ini. Seberapa kecewakah dia? Apa dia sedang sibuk dengan ujian-ujian musiknya? Atau dia akan menggunakan alasan ini ketika ku tanyakan perihal sulitnya memperoleh kabarnya kelak.
Secangkir teh panas mengepulkan asap ke udara. Aku meraihnya dan merasakan aliran cairan manis melewati kerongkonganku. Berikutnya, aku menggigit sepotong muffin chocolate raisin yang selalu menjadi temanku menikmati waktu sore sendiri selain teh dan buku tebal. Pikiranku berjalan ke sana ke mari, antara di sini dan tidak di sini. Berkeliaran memecah kesunyian di antara detik-detik jarum jam yang justru ku ciptakan dari lamunanku sendiri. Aku layaknya menikmati mimpi indah, namun di balik kesakitan si pemimpi yang lain. Meraih keinginan, namun menghancurkan harapan si pengingin yang lain. Apa seperti itu yang ku lakukan terhadapnya?
Pelan-pelan aku beranjak dari tempatku duduk, menjatuhkan sisa remah-remah muffin di baju ke atas lantai. Aku melangkah ke ruang tengah. Hari semakin menuju gelap, dan angin dingin mulai mengganggu, sehingga menimbulkan suara-suara di daun jendelaku. Ketika aku berusaha menutup daunnya, mataku menangkap benda segi empat yang terletakdi atas music player. Mengapa aku tidak menyadarinya sejak kemarin. Aku meraih benda itu, membukanya dengan pelan, dan menarik nafas panjang. Rekaman musik ballroom dance milik Eda, yang diputar saat aku mengatakan suatu hal yang membuatnya seolah hilang dari duniaku beberapa hari ini. Perlahan, terdengar musik yang pelan-pelan mengantarku pada memori akan kehadirannya di lantai ini seminggu yang lalu. Apa aku masih ingat akan wangi parfumnya dan kuatnya ia menggenggam tanganku. Beberapa menit aku berusaha mengembalikan diri dari ingatan itu ke dunia yang nyata, teringat sesuatu aku melangkah. Ku tengok layar ponsel yang tampak bercahaya, sebuah pesan yang ku nantikan.
Aku baik-baik saja, Nisya. Aku berjanji akan baik-baik saja. Tunggu saja di sana, aku akan datang saat siap. Oh ya, bagaimana jamuan sore hari ini? Semoga kau masih sempat menikmatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar