Hampir saja aku berteriak kaget
karena dia tiba-tiba saja berada di depan mataku saat aku bangun pagi dan
hendak keluar kamar.
“Selamat pagi. Kau hampir saja
mematahkan hidungku bila tadi aku menabrakmu . . . .”
Belum selesai aku memprotes, dia
sudah mengacungkan dua lembar kertas di depan mataku.
“Kejutan!”
“Apa itu?”
“Hanya dua buah tiket, tentunya.”
“Dan?”
“London summer festival.
Pertunjukkan musik di Hampton Court.”
“Festival ini selalu diadakan
tiap tahun. Summer berikutnya, belum tentu kita di sini, atau bersama. Kau suka
musik kan?” Lanjutnya.
“Yeah, menjelang malam ratusan atau bahkan ribuan orang merasa
hangat dan lengket, lalu bergerak bersama karena alunan musik. Mungkin britpop?
Dan aku suka!”
Eda membalikkan badanku dan
mendorongnya pelan.
“Kalau begitu, sekarang bersiap
sarapan. Mereka sudah menunggu kita di ruang makan.”
Aku menemui mereka bertiga tak
lama kemudian. Mangkuk besar bersama sekotak sereal dan satu pouch susu segar telah siap menantiku.
Mengapa orang-orang ini tak sekali-kali menyediakan sarapan dalam bentuk
makanan Indonesia? Terkadang, perutku juga merindukan nasi goreng buatan rumah.
Baiklah, nikmati saja atau aku kelaparan.
“Selamat pagi, Nad. Tampaknya
sore ini kalian akan pergi bersama lagi?” Tanya Echi.
“Oh sial, sekarang rumah ini
ditinggali oleh sepasang kekasih.” Tambah Argi.
“Yah, mungkin setiap hari kalian
akan disuguhi drama.” Jawab Eda sambil tertawa.
Sore itu kami sudah berada tepat
di depan panggung pertunjukkan musik di Hampton Court. Kepadatan pengunjung
sudah tampak sejak siang, dan akan terus bertambah hingga malam. Dia terus
menggengam tanganku menghindari keramaian yang memuncak. Di sisi kanan kiri venue tampak berbagai orang membentuk
kumpulan dan berbicara lantang satu sama lain. Ternyata, aku makin mengenal
negara ini. Makin nyaman dan terbiasa. Namun, bukan berarti selamanya aku di
sini. Ada tempat yang lebih kucintai lebih dari segalanya.
“Beritahu aku jika kau merasa
lelah, atau haus.”
“Kau seperti mengajak seorang anak
kecil.” Protesku.
Hingga hari beranjak gelap, kami
menikmati kebersamaan dalam keramaian. Keramaian yang tetap membuat kami merasa
utuh sebagai dua orang yang saling melengkapi. Malam ini, dan setiap malam saat
kami berdua, selalu menjadi malam-malam terbaikku. Tiba-tiba tetesan hangat perlahan
menjatuhiku, membasahi tubuh, dan meresap ke dalam pori-pori. Hujan di malam
yang begitu cerah. Dia memandang ke atas langit dan kemudian melepaskan
sweater-nya, meneduhi kepala kami, walau tetesan hujan masih akan membasahi. Dia
menatapku dan tersenyum. Sejenak, aku merasakan gravitasi yang begitu kuat
menarikku untuk tetap di sini.
“Besok masih ada pertunjukkan
teater di Old Royal Naval College. Jadi, sisakan energimu untuk besok.”
Perlahan, terdengar lirik dan
nada mengalun di balik hujan dan lampu-lampu pertunjukkan.
I’m not gonna lie
This feeling inside I can’t explain
I’m gonna blame it
On the summer rain . . . .
(The Jonas Brother)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar