Sebuah pesan singkat yang masuk ke kotak masuk pesan di
ponselku beberapa detik setelah aku menghidupkannya. Saat ini aku berada di
toko musik langgananku sekadar untuk melihat atau membeli beberapa buah pick.
Sudah pukul 11.45 saat ini. Aku memang salah sudah bangun terlalu siang hari
ini dan lebih salah lagi karena baru ingat untuk meng-aktif-kan kembali
ponselku sejak semalam. Selang beberapa detik, sebuah pesan kembali masuk:
Aku pikir kau sedang tertidur panjang karena lelah. Jadi,
kau tidak usah repot siang ini. Aku pergi bersama Eda. Selamat beristirahat.
Setelah menemukan dan membayar benda yang kuminati; sebuah
benda berbentuk segitiga sama kaki, berwarna abu-abu dan hitam; terbuat dari
bahan tortoishell (bahan yang terbuat
dari cangkang penyu), aku bergegas melewati pintu kaca toko dan berjalan cepat
keluar. Beberapa blok harus kulalui seandainya aku ingin mencapai satu-satunya
toko buku terlengkap di kota ini, toko buku yang selalu dikunjunginya. Cukup
jauh. Oh, maaf Nisya. Hari ini aku seolah tak ada bagimu. Aku kembali menyesali
mengapa tak bisa menemaninya saat dia butuh.
Aku berjalan melewati berbagai toko di sepanjang trotoar
jalan. Langit di atas kepala mulai tampak berat dan gelap. Angin bertiup dari
belakang kepalaku. Seketika aku menggunakan long
coat yang sengaja aku bawa atas
prediksi cuaca buruk akhir-akhir ini. Belum sampai di ujung blok pertama dari
empat blok yang harus kulalui, hujan turun, rintik lalu deras. Aku mencari toko
terdekat yang memiliki kanopi di depannya agar dapat berteduh hingga hujan tak
terlalu deras. Semoga pemilik toko tidak keberatan. Ujung sepatu kulitku
menyentuh genangan kecil air hingga menciptakan beberapa riak yang membasahi
celana yang kukenakan. Dan aku berteduh, berharap langit memberi aku kesempatan
menemuinya. Aku menyeka titik-titik air yang menyentuh lensa kacamataku, mengenakannya
lagi, lalu memandang tanpa arah.
Sekitar hampir setengah jam, hujan mulai takluk oleh sinar matahari.
Walau masih menyisakan rintik dan angin dingin, aku memutuskan tetap pergi ke
toko buku. Kurapatkan long coat dan
berjalan cepat menyebrangi jalanan yang cukup sepi siang itu. Barisan gedung tinggi
dengan gaya klasik dan didominasi warna coklat menjadi pemandangan saat aku
setengah berlari. Bangunan-bangunan dan warna ini selalu mengingatkanku akan suasana
ketika kami pergi malam itu, menghabiskan sisa malam dengan secangkir kopi dan
alunan bazzanova. Entah sakit, entah rindu. Ada rasa yang pelan-pelan berputar
dalam diriku. Terlebih mengetahui bahwa aku tak dapat menemaninya, lalu dia
harus pergi dengan sahabat karibnya itu. Nisya mungkin kecewa, lalu
meragukanku. Aku berhenti karena bunyi pesan di ponselku.
Maaf bila merepotkan, Ryry. Aku sudah menemukan apa yang kucari
dan sudah pulang. Kau tidak usah datang ke toko itu.
Bolehkah aku datang ke rumahmu malam ini? Balasku
Oh, tentu saja. Jangan terlalu malam kuharap.
Ya. Ada sesuatu yang akhir-akhir ini makin menggangu
pikiranku, dan aku harap kau bisa membantuku memecahkannya.
07. 30 P.M
Dia menghampiriku dengan pelan. Tak berusaha menyuruhku
masuk, namun hanya memandang lurus. Aku pun hanya berdiri di tempat yang sama.
“Nona, bisakah kau beritahu. Apa yang mengganggu perasaanku
saat tahu kau pergi dengan orang lain, atau beritahu aku apa yang sedang kita jalani
dan tuju saat ini?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar