Kamis, 05 Januari 2012

Ulasan Buku Keenam Raditya Dika

Manusia Setengah Salmon, sebuah novel keenam dari Raditya Dika, yang lagi-lagi memakai nama seekor binatang dalam judul karyanya. Setelah Kambing Jantan sebagai debut perdana Dika, lalu Cinta Brontosaurus, Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa, Babi Ngesot: Datang Tak Diundang Pulang Tak Berkutang, dan terakhir Marmut Merah Jambu, akhir tahun kemarin, tepatnya tanggal 24 Desember 2011 (bertepatan dengan hari ulang tahun gue haha) akhirnya novel Manusia Setengah Salmon terbit perdana.

Gue pribadi, baru membeli novel ini pada tanggal 31 Desember 2011 di Gramedia Matraman, Jakarta Timur. Tepat pada hari pertama terbit, gue kebetulan sedang main ke toko buku Gunung Agung, Arion Mall, Rawamangun. Saat itu, novel ini sedang dipromosikan oleh beberapa pegawai toko sebagai buku new release. Bahkan, novel ini diletakkan khusus di display tersendiri. Hal penting, saat gue membeli buku ini di Gramedia Matraman, buku ini ada di urutan nomor satu dari sepuluh buku best seller saat itu, mengalahkan biografi Steve Jobs. Waw!!!

Menemani malam tahun baru, gue langsung membaca buku ini. Secara isi, memang dapat terasa jelas kalau cerita yang disajikan Bang Dika sudah sangat berbeda dan berkembang dari sejak novel pertama. Bila novel pertama masih menceritakan hal-hal random dari blog pribadi Bang Dika, buku keenam ini masih menceritakan hal random dan absurd, juga disfungsionalisme hidup Bang Dika, tentu saja, namun dengan gaya bercerita dan penulisan yang lebih matang dan dewasa. Ya iyalah ya Bang, umur lo juga nambah, begitupun umur pembaca lo hahaha...

Jujur, saat baca novel pertama dan kedua Bang Dika, gue sudah mampu ketawa saat membaca bagian-bagian awal buku, bahkan saat membaca kata pengantarnya. Namun, untuk novel Manusia Setengah Salmon ini, pada bab-bab awal gue belum bisa ketawa ngakak kayak baca buku pertama dan kedua. Cerita sudah menarik sejak bab Ledakan Paling Merdu, namun gue mungkin belum bisa nerima gaya tulisan Bang Dika yang mulai berubah. Bab-bab yang mulai ngebuat gue ketawa dan mempermalukan diri sendiri karena ngikik-ngikik sendiri di bis dan halte (salah sendiri baca MSS di tempat-tempat itu) antara lain bab Pesan Moral dari Sepiring Makanan. Gue suka bagian di mana Bang Dika bercerita Dia lagi makan di sebuah resto piza cepat saji dan si Mbak pelayannya terlalu ramah hingga selalu ngucap "pilihan yang tepat sekali".Bang Dika menulis "...untung gue gak bilang, saya ingin menghamili Mbak..." Lalu, si Mbak akan tetap menjawab "Pilihan yang tepat sekali" hahaha...

Bab lain yang gue suka adalah bab Serupa Tapi Emang Beda. Lelucon yang membedakan orang-orang menurut status relationship, yaitu berpacaran, LDR, dan jomblo. Bang, lo emang tega banget yak sama para jomblo. Penggambaran mereka (yang jomblo) dalam kata-kata lo sungguh mampus parah hahaha. Kayak gini: Pacaran: ke pantai sama-sama, LDR: video-call pas lagi di pantai, Jomblo: Ngambang di tengah laut -___-"
Istimewanya, di buku keenam ini, Bang Dika banyak ngasih pesan moral, nilai lebih dari MSS tentu saja. Misal, dalam bab Ledakan Paling Merdu dan Kasih Ibu Sepanjang Belanda. Di dua bab ini, Bang Dika menceritakan bahwa begitu berharganya waktu yang ada untuk bersama-sama kedua orangtua saat mereka masih ada. Namun, justru terkadang kita tidak menyadarinya. Bab Mencari Rumah Sempurna juga memberikan pesan moral bahwa mencari rumah (tempat) baru itu nggak beda jauh dengan mencari hati baru untuk ditempati. Kadang yang membuat kita sulit mendapatkan tempat baru adalah karena kita terlalu terperangkap dengan kenangan dan masa lalu.

But, for all... Congrats untuk Bang Dika dan MSS. Juga untuk pencapaian MSS sebagai buku paling dicari di banyak toko buku saat ini. Semoga masih ada buku-buku best seller lain dari Bang Dika. Aminnn. Jangan takut ke dokter gigi lagi ya Bang dan jangan lupa amal royalti buku sebesar 2,5% untuk yang membutuhkan cieeee....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar