Langit
kehilangan warnanya, dan matahari tampak abu-abu. Masih ada dua jajaran rumah
membentuk blok panjang yang harus kulewati dengan berlari untuk dapat
menemuimu. Tak kuhiraukan peluh yang menetesi leher hingga dadaku. Suara hela
nafas pun tidak lagi serasi dengan pikiran atau ratusan langkah yang ketempuh.
“Aku tak bisa membayangkan nanti,
saat kita berjauhan. Apa bisa mengambil risiko itu.”
“Mungkin sulit, dan bila kita
berhasil, maka itu hadiah terbesar bagi kita.” Jawabmu.
Aku terjatuh
karena kedua kakiku saling bersinggungan. Sakit di siku bertambah perih karena
terkena asinnya peluh. Namun, aku hanya menatap ke depan. Sinar matahari terik
yang tadi kubilang abu-abu membuat pandangan di depan tampak berbayang. Sedikit
kuseka peluh di pipi dengan tanganku, kemudian berlari lagi.
“Aku sekeluarga akan berangkat
lusa. Semua persiapan telah selesai. Apa kau akan menemuiku?”
“Entah apa aku kuat.” Jawabku.
Tuhan, aku
anggap kelelahan ini tidak akan seberapa bila aku dapat melihat lagi senyum
dengan dua lesung pipi di wajahnya, walau untuk terakhir kali, sampai kami
bertemu lagi. Satu blok lagi akan terlewati. Matahari tak sedikitpun memberikan
kemudahan atas jalanku. Sambil sedikit mengerang aku melihat jam di tangan
kiriku, dua puluh menit lagi.
“Sesampai di sana aku akan segera
mengabarimu. Aku paham bila kau tidak ingin datang saat kepergianku.”
“Apakah waktu akan berjalan
sangat lambat saat kau tak ada?” Tanyaku.
“Ya, seperti waktu tanpa kau di
sisiku.”
Dan, dengan sisa
nafas yang masih ada, aku berhenti di depan rumahmu. Kau tampak memasukkan
boneka panda besar ke dalam mobil. Pemberianku sebulan lalu. Kau menyadari
kehadiranku di balik hiruk-pikuk persiapan kepindahanmu dan keluarga ke kota
lain. Kau tersenyum dan memberi tanda agar aku mendekat.
“Aku datang. Semua akan tetap
berjalan sesuai rencana?” Tanyaku masih tak percaya.
“Ya, aku tahu kau akan datang.
Tentu saja semua akan tetap berjalan sesuai rencana. Sebentar lagi kami
berangkat.”
Kemudian, kau memelukku
tak peduli dengan sisa peluh yang masih ada.
“Aku akan merindukanmu, sangat.
Selamat hari jadi bulan ketujuh untuk kita.”
Lalu aku hanya
bisa membalas dekapanmu dengan lebih erat sambil berdoa agar air mata ini tidak
jatuh.
Evan and Jaron – Distance
Tidak ada komentar:
Posting Komentar