Sepagi itu aku
sudah menemuimu. Di saat hari masih sepearuh terasa dingin karena embun, dan
langit belum sepenuhnya disinari matahari, aku sudah datang ke tempatmu.
Bukankah ini hari yang penting bagi kita?
Kau masih diam
di sana, bahkan saat langkahku makin dekat denganmu. Aku memperlambat jalanku
dan menggenggam bunga-bunga kesukaanmu. Semoga kau bahagia pagi ini atas
kedatanganku. Aku duduk tak jauh dari kau berdiam. Menyapamu dan memandangmu
terus, walau kau hanya membalas semuanya lagi-lagi hanya dengan diam.
“Apa kabar? Kau nyaman di sini?”
Suara
burung-burung yang terbang berhijrah dari utara ke selatan akhirnya mengisi
ruang hampa di antara kau dan aku. Aku sedikit bergidik karena menurutku lebih
baik bila hanya kita berdua di sini. Aku kembali bicara:
“Tenanglah, aku terus berdoa agar
kau selalu mendapatkan yang terbaik. Oh iya, ini beberapa kuntum Lily untukmu.
Kau selalu suka bunga ini, cantik.”
Aku meletakkan
rangakaian bunga itu di dekatmu. Bunga cantik dan berwarna putih. Menggambarkan
dirimu dan hatimu, cantik dan putih, terutama saat terakhir aku melihat wajahmu. Semua masih sunyi, bahkan di hari penting kita ini. Hari
di mana lima tahun lalu kita merasakan kebahagiaan tumpah ruah dalam sebuah
fase baru yang disebut pernikahan. Sebuah ikatan berkomitmen yang nyatanya
membuat kita justru semakin ringan tanpa merasa terikat. Kebahagiaan lima tahun
lalu yang harus selesai dua tahun kemudian karena satu hal, leukemia. Kau masih
diam, tak ada suara, kecuali helaan nafasku dan suara seorang penjaga makam
yang tengah bekerja menyapu rerumputan. Aku menyentuh pusaramu yang tanahnya
sedikit basah karena embun, kemudian memejamkan mataku.
“Selamat hari jadi kelima tahun,
cantik. Entah sampai kapan aku bisa lepas dari bayang dirimu. Bahagialah terus
di sana.”
Lalu, air mataku
menetes tanpa dikehendaki. Aku tahu kau tidak suka aku begini. Di sana, aku
yakin kau melengok untuk melihatku. Tak apa bila kau mengasihani aku, cantik.
Blue – Breath Easy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar