Sambil menekuk
wajah kau tampak panik mengejar gerak roda-roda sepeda yang terus kukayuh
dengan sangat cepat. Walau tak berkata, aku tahu kau memintaku untuk menunggu.
Aku hanya tertawa dan tak menghiraukan wajah kesalmu. Hey, marilah
bersenang-senang hari ini, sayang! Beberapa kali sepedamu tampak hampir
mengalahkan laju sepedaku. Namun, aku tertarik untuk terus menggodamu sehingga
tidak sedikitpun memperlambat kayuhan.
Di sisi kanan
kita, mulai tampak hamparan pasir putih kecokelatan yang seolah membungkus rata
genangan air berwarna biru bercampur hijau. Beberapa batang pohon kelapa tumbuh
dan menjatuhkan buahnya ke atas pantai, sedangkan di sisi utara sebuah pulau
kecil melongok turut memperindah keadaan. Aku kembali memandangmu di belakang,
tampak wajahmu mulai berseri melihat keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini.
Tapi maaf, aku tak berniat mengizinkanmu menang mencapai tujuan lebih dahulu
sore ini. Tentu saja karena kita mengejar waktu untuk satu hal yang sama;
tenggelamnya matahari.
Kilau cahaya
dari besi berwarna kuning dari sepedaku memancarkan sinar saat ditimpa sinar
senja. Teduh dan tenang. Mengingatkanku akan sepasang matamu; pemilik hatiku
sejak 8 bulan yang lalu, tepat di tanggal ini. Bahkan, bila boleh berlebihan,
kehangatan udara di sini akan tetap bersaing dengan rasa hangat kasih yang
telah kau beri selama ini. Andai ada
yang dapat kulakukan untuk menggambarkannya. Aku sesungguhnya ingin berterima
kasih. Tapi ingatlah, aku tidak akan membiarkankan kau mendahuluiku sore ini
untuk matahari itu. Ayolah, bersenang-senang!
Sepuluh meter
menjelang tempat yang kita tentukan, aku tersadar akan suatu ide dan berubah
pikiran. Aku memperlambat ayuhan kaki yang memang sudah lelah. Tak lama kau
tiba di sampingku dan terheran, namun tetap mendahuluiku. Tentu saja karena
kita mengejar hal yang sama. Aku tahu kau paham maksudku.
Kau tiba dan
berhenti lebih dulu. Meletakkan sepeda dan tidak langsung mencari matahari,
namun berjalan ke arahku dan menungguku berhenti. Kau menyambar begitu saja
kedua tanganku dan menariknya ke belakang tubuhmu. Ya, inilah tujuanku
membiarkan kau tiba lebih dulu. Sepedaku terjatuh begitu saja ke atas pasir.
Dengan tetap mendekapku berjalan ke sebuah titik. Dari sana tampak jelas
sepenggal matahari yang sudah hampir tenggelam. Kau tertawa ringan melihatnya
dan kemudian menatapku penuh rasa yang tidak bisa digambarkan.
“Kau lelah?” Tanyamu.
“Tidak, setelah berada dalam
lingkar kedua tanganmu seperti sekarang.”
Kening kita saling bersentuhan
saat aku berkata lebih dahulu:
“Happy anniversary. Thanks for
being mine.”
Nidji – Light of Love
Tidak ada komentar:
Posting Komentar