Hai, kamu yang saat ini pasti sedang duduk-duduk di taman kecil depan rumahmu. Selamat pagi. Ini surat ke-7 yang aku kirim untukmu.
Hai, kamu yang pasti masih mengepang dua rambut panjangmu dan memakai sendal Mickey Mouse kesayanganmu.
Hai, kamu yang pasti sedang bermain-main dengan kucing belang tiga peliharaanmu yang manja di atas pangkuanmu.
Mungkin kamu heran dari mana aku tahu semua tentangmu. Ibuku. Dari beliaulah aku tahu segala tentangmu.
Bila kamu bertanya sejak kapan aku memperhatikan perilakumu, maka itu terjadi sejak sepuluh tahun lalu saat kita masih sama-sama remaja. Saat di mana semua yang aku miliki masih sempurna dan semua hal dapat aku lakukan sendiri. Sejak kepindahanku ke sebelah rumahmu sepuluh tahun lalu aku sudah mulai mengenalmu. Kala itu aku, setiap pagi sebelum berangkat sekolah, selalu menyempatkan diri tersenyum di balik tembok pembatas rumahku dan rumahmu. Menikmati garis wajahmu yang cerah ditimpa sinar mentari pagi. Menyaksikan gerak-gerikmu untuk beberapa menit hingga Ibuku berteriak agar aku segera berangkat ke sekolah.
Hai, kamu yang suka memakai rok putih di bawah lutut. Bila kamu menebak bahwa aku menyukaimu, maka kamu sepenuhnya benar. Mata ini yang tiap hari tidak ingin melewatkan pemandangan indah di sebelah rumahku, yaitu kamu, akhirnya menitipkan bayanganmu dalam pikiranku setiap malamnya hingga tak sabar aku menunggu pagi. Semua itu indah, aku rindu saat-saat itu. Saat di mana masih bisa menikmati indahmu lekat-lekat.
Betapa sedih ketika aku dengar kabar bahwa sudah seminggu kamu sakit. Ibu bercerita kamu sakit karena sedih selalu diperolok oleh teman-temanmu sendiri. Mereka yang hanya melihatmu dari segi kesempurnaan fisik. Padahal, kamu hanya ingin mendapat kesempatan bersekolah dan hidup layaknya mereka yang sempurna. Aku mohon jangan sedih lagi. Jadilah kuat agar kamu dapat menjadi penguat orang lain. Walau kamu tidak dapat mendengar, tapi kamu bisa selalu menjadi yang sempurna bagi orang lain. Lejitan-lejitan kebaikan dalam hatimu mampu menyempurnakan dirimu. Gumaman mimpi dan keceriaan dari bibirmu menjadi obat bagi dirimu sendiri. Karena itu, capailah semuanya tanpa harus terganggu omong kosong siapa pun.
Bersemangatlah selalu. Semangatmu itu akan menular. Jangan menangis karena tidak sempurna. Setiap orang dilahirkan dengan jutaan kesempatan. Berbahagialah karena hidupmu berharga. Semoga suratku dapat menjadi salah satu penghiburmu, atau justru mengganggumu hehehe . . . Ibuku yang membantu untuk menulis surat-surat ini. Memang memalukan harus menulis surat cinta dengan bantuan orang lain. Ibuku tak henti menggodaku sejak pertama aku memintanya untuk menuliskan apa yang aku katakan, hanya untukmu. Walau malu, tapi keinginanku untuk membuatmu kembali ceria justru lebih kuat. Yah, andai aku masih seperti dulu saat masih bisa memandangmu. Kini, kedua mataku tidak dapat berfungsi normal lagi sejak penyakit glukoma menyerang tubuhku tiga tahun lalu.
Berdirilah lagi. Aku berharap masih bisa merasakan kehadiranmu setiap pagi walau tidak mampu memandangmu. Suatu hari, mungkin kita dapat saling berbicara dan menghidupi. Lucu rasanya belum pernah mengobrol dengan seseorang yang sudah tinggal bersebelahan sejak sepuluh tahun lalu. Semangat ya! Semangat!!!
Untuk: Vania yang cantik
Dari: Tobi di sebelah rumahmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar