Untuk seseorang yang sudah rela menggali tanah di kebun belakang rumah sekolah.
Bagaimana rupamu? Tinggi, kurus, dan berambut lurus atau mungil, gembil, dan berambut ikal? Mengapa aku langsung bertanya bagaimana rupamu? Tentu kamu sudah tahu alasannya.
Bagaimana kehidupanmu bersamaku? Apa yang kamu rasakan? Tentu saja kamu berbahagia karena telah membuatku saat ini bahagia. Lalu, anak-anak kita? Mungkin saat ini sudah 3, 5, atau bahkan 7 orang. Kita pasti sudah menjadi ayah-ibu yang terhebat untuk mereka.
Lalu, mengenai sifat keras kepalaku. Semoga kamu saat ini sudah mampu mengubahnya atau paling tidak terbiasa. Siapa pun kamu pastilah wanita hebat yang bisa menjadi pendampingku hingga saat ini.
Bagaimana lukisan-lukisanku hinggat saat ini? Sudah makin berkembangkah kemampuanku? Saat menulis surat ini, jumlah lukisanku hanya lima buah. Jangan-jangan justru kamu memiliki minat yang sama atau ahli pada bidang lainnya, seperti menari mungkin. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi jiwa yang mencintai seni. Aku harap begitu.
Namun, aku tak terlalu kuat berharap soal itu. Hal yang lebih penting tentu saja kesediaanmu menemani dan merawatku hingga detik surat ini kamu baca. Juga pengorbanan setiap hari untuk membentuk keluarga yang sempurna bersama. Terima kasih sudah menjadi ibu yang baik (ya kamu harus begitu) dan istri yang luar biasa, terlebih lagi kamu bersedia menggali tanah hanya untuk menuruti pintaku.
Ya, siapa pun kamu. Ini adalah surat yang kutulis 50 tahun sebelum akhirnya kamu temukan, lalu aku masukkan ke dalam kapsul waktu sebelum ditanam di dasar tanah di kebun belakang sekolahku. Kini, saatnya kamu membaca dan menerima tanda terima kasihku atas kehidupan yang telah kita lalui bersama.
Untukmu, jodoh yang akhirnya kutemui dan kuharap kekal :)
Jakarta, 26 Januari 1963
Tidak ada komentar:
Posting Komentar