Teruntuk teman langitku
Halo gadisku, gadis di negeri asing, negeri bertanah empuk
serba putih. Bagaimana harimu?
Hai, apa surat ini selamat sampai tujuannya? Aku was-was
surat ini terlanjur rusak dihajar kilat atau diterpa hujan sebelum sampai ke
tangan penerimanya. Tapi, aku kembali tenang mengingat semua suratku sebelumnya
selalu kamu balas. Kecuali satu surat yang memang tak sampai, bukan karena
hujan atau angin puyuh, namun karena ditangkap oleh anak-anak dari kawananmu
yang mengira suratku sejenis burung kertas. Lalu, mereka memainkan dan
merusaknya begitu saja. Untunglah kamu mengirim surat lebih dulu setelahnya.
Bagaimana makan siangmu hari ini? Apa dengan menu biskuit
bulat dari ekstrak jahe langit atau dengan pie apel ungu yang selalu kamu
bangga-banggakan itu. Kalau minumannya kamu pasti memilih jus bit dari kebun
dewi Nirmala, tetanggamu itu. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan semua
panganan tersebut. Kamu pasti senang bukan kepalang, besar kepala bila aku
mengatakannya. Di bawah sini, lagi-lagi aku harus makan siang dengan menu bubur
gandum dan susu sapi dingin. Tapi, kamu pasti penasaran juga dengan menuku ini.
Iya kan? Jadi, kapan kamu bisa turun dan masuk lewat cerobong asap rumahku?
Sore nanti, aku akan membantu Ayah mengambil rumput untuk
panganan kuda-kuda kami. Mereka hanya makan rumput segar biasa. Pasti sangat
berbeda dengan makanan pegasus-pegasus peliharaanmu. Mungkin mereka makan
rumput berwarna emas atau justru biji gandum sepertiku. Aku menyempatkan pergi
ke tanah lapang untuk menerbangkan suratmu ini. Kali ini cuaca memang serba
biru dan putih. Begitu cerah hingga aku yakin surat ini akan hinggap dengan
manisnya di atas kepalamu. Anginnya sangat sejuk dan tenang. Apa dewa-dewa
peniup angin di atas sana habis menang berjudi hingga hati mereka sedang
senang?
Aku rindu di atas sana. Mengingat kali pertama kita bertemu.
Kamu yang sedang turun mencari bunga chamomile bumi tiba-tiba menangkap sosokku
yang tergeletak pingsan di tanah ladang, pingsan, dan terluka parah karena
diserang kuda-kuda liar hutan. Kamu membawaku ke negerimu. Bulu tengkuk pegasus
adalah raja segala obat katamu. Setelah sadar dari tidurku, kamu mengajakku
bekeliling negeri awan. Mengajakku berlarian di atas tanah empuk berwarna
putih, tanpa takut terjatuh. Mengintip dari sela-sela awan ke bentangan birunya
langit. Mendengarkan petuah bijak dari para dewa musim yang bersenandung dari
balik sayap-sayap mereka yang mengembang. Lalu, menunjukkan pohon kacang
raksasa yang menjalar hingga nyaris menyentuh bumi. Ingatan paling kuat yang
melekat di otakku adalah saat kamu menari-nari lembut mengikuti irama yang
dibawa angin yang bahkan aku sendiri tak dapat mendengarnya. Menari hingga
menerbangkan ujung-ujung gaun putihmu dan menggoyangkan tiara kecil di atas
rambutmu. Aku ingat semua detail keindahan yang ada dan mampu membuatku selalu
merindukan negerimu.
Halo, gadis di atas
awan, di negerimu yang damai dan penuh bahagia. Balaslah suratku ini segera.
Aku menunggu tiap cerita yang akan kamu tuliskan. Aku harus segera ke kebun.
Sekian suratku kali ini. Salam untuk para dewa musim dan jagalah diri.
Teman bumimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar