Mama, sudah lama banget
loh kita nggak saling sua. Dua belas tahun tepatnya. Mama terakhir melihatku
saat aku masih duduk di kelas satu SMP. Coba tebak sudah berapa kali hari ulang
tahun kulewatkan tanpa Mama. Padahal, tidak ada gantinya merasakan pelukan Mama
di hari bahagia itu, bahkan di setiap pagi dan malam kala aku butuh kehangatan
Mama. Lalu, beberapa bulan lagi giliran Mama yang bertambah umur, sayangnya
kita pasti tetap tidak bisa bertemu.
Jangan ditanya
bagaimana rindunya. Aku memang bukan anak cengeng. Bahkan, aku dengan mudahnya
tegar ketika Mama pergi dulu. Tapi, tak jarang aku terbaring pilu kala sakit,
ingin dirawat Mama. Tak jarang aku melamun kosong ketika melihat orang lain
membanggakan mamanya. Apa perpisahan itu selalu menyedihkan ya, Ma? Ternyata aku begitu menginginkan Mama. Tapi
memang tak guna bila aku menyesali keadaan.
Maaf bila sudah menjadi
anak nakal. Belum bisa membuat Mama bahagia dan bangga. Mama pergi ketika aku
belum bisa membuktikan apa-apa. Ada dayaku demi meminta Mama ada. Keinginan
kita berdua tak cukup kuat untuk itu. Miliran kata rindu pun tak akan
berpengaruh. Sesekali aku melihat Mama dan pandangan yang selalu sama seperti
dulu, menenangkan dan nomor satu. Ya, aku melihat Mama dalam mimpi-mimpi.
Tapi, tak ada yang
dapat membuat tenang dan mengobati rindu selain untaian kata doa untukmu. Aku
pun yakin Mama bahagia sekarang. Semua memang tidak dapat kita ubah atau
pertahankan selalu. Semoga kita selalu saling mengenang. Aku ingat kepingan
kenangan bersama Mama, seperti ketika Mama mengucir kuda rambutku sebelum aku
pergi sekolah, ketika Mama membuat kepalan nasi berbentuk pesawat agar aku mau
makan, hingga kenangan pahit ketika Leukimia merenggut kebersamaan kita untuk
seterusnya. Berbahagialah di sana, Ma. Aku akan menemanimu dengan doa.
Dari: Anak tengah yang
suka memakai baju dastermu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar