In project of Tribute To Mocca by www.nulisbuku.com
Aku melihatmu
berdiri di sudut itu, sejak setengah jam yang lalu. Sudut yang sama, seperti
biasa. Sudut di mana kita selalu berjanji untuk bertemu dan berangkat ke tempat
yang menjadi tempat kesukaan kita. Tempat yang sebenarnya biasa saja, tidak
begitu menarik atau mahal, namun entah mengapa selalu jadi tempat kita untuk
duduk bersama dan tertawa untuk hal yang sering kali tidak penting.
Di sudut itu,
kau tampak kesal karena sudah menunggu kedatanganku yang terlambat dari waktu
yang semestinya. Aku menghampirimu yang memasang muka kesal, namun tetap
menarik, selalu, di mataku. Aku menggenggam dan menarik tanganmu sebelum kau
sempat melontarkan kata-kata kesalmu. “Sorry, macet banget. Ayo buruan kita ke
sana! Nanti, nggak kebagian tempat duduk.” Kau, tentu saja tidak sempat berkata
apa-apa.
Kembali, di
tempat itu. Di tempat yang selalu kita datangi hampir setiap minggu, terutama
saat kita merayakan hari jadi kita. Tempat yang sekali lagi, sungguh tidak
menarik atau mahal. Aku kembali memesan segelas besar hot chocolate, tidak espresso hangat seperti biasanya, namun kau,
selalu sama, kembali meminta segelas besar ice capucinno tiramisu favoritmu. Oh boy, why did you never change your taste!
So, how about your feeling to me? Apakah kamu masih meminum ice capucinno
tiramisu itu di saat kita tidak bersama? Apakah semua akan berubah saat kita
tidak lagi bersama kelak?
Di sini kita
bersama, tertawa, namun tak jarang diam tanpa tahu apa yang harus dibahas.
Namun, di sana, dalam detik-detik di mana kita hanya diam, aku masih merasakan
semua tentangmu. Nyaman, lebih dari sekedar kenikmatan saat menyesap hot chocolate di gelas besar ini.
Seketika kau mengajakku kembali tertawa, memandang ke dalam mataku, mengubah
tiap mimik dalam wajahmu saat kau bercerita, menghembuskan wangi tubuhmu dalam
setiap gerakmu, dan aku hanya bertugas menyerap semua yang terlihat dan
terdengar dari sosokmu. Menikmatinya, semua keindahan dan harapan yang kau
lontarkan. Harapan yang mungkin sama dengan yang aku miliki. Harapan di mana,
minggu depan, bulan depan, dan bahkan tahun depan, kita masih bisa menikmati
kebersamaan seperti ini. Aku menikmati semua yang kau lontarkan, selagi aku
bisa.
Kau selalu
memberikan semburat mimpi dan harapan yang terkadang bagiku tidak masuk di
akal. Seorang lelaki, apakah harus selalu seperti itu? Lalu, aku seoarng
perempuan, tidak ingin terlalu berharap akan semua pengucapanmu itu. Tahukah
kau bahwa seseorang akan merasakan sakit saat ia justru memiliki espektasi. Aku,
layaknya berada di dua sisi “keakuan” yang tidak dapat aku kendalikan. Di satu
sisi, aku bahkan mungkin memiliki impian yang jauh lebih tinggi daripada
milikmu, impian di mana aku melihat kita masih bersama hingga tangan Tuhan
membawa kita ke alur hubungan yang lebih baik. Namun, di sisi lain, aku
berpikir bagaimana suatu saat aku justru yang menyelesaikan segalanya? Bukan,
bukan karena aku meragukan begitu besarnya segala yang telah kau berikan
untukku hingga saat ini. Justru, aku mungkin tidak akan menemukan hal yang sama
di sosok lelaki lain. Namun, apa pun bisa terjadi, dear! Sejauh ini, kita hanya berjalan beriringan dengan ringan
layaknya tanpa arah. Aku menyukainya. Apa pun yang ku lalui bersamamu, aku
menyukainya. Maaf bila aku masih merasa lemah. Aku hanya bersikap realistis,
bahkan bila itu sulit.
Lalu, apa yang
harus aku lakukan bila kudengar kau berkata, “Seandainya kita tetap bersama
hingga nanti…” atau “Jika kita menikah nanti…” Oh, segala keindahan yang kau
berikan dalam tingkah dan tutur katamu sudah kenikmati walau mungkin tidak akan
pernah terpuaskan dahagaku akan semua itu. Tapi, tahukah kau bahwa semua itu
dapat menjadi beban bagiku. Lalu, bilakah suatu saat semua berakhir, apa yang
tersisa dari semua ini? Apakah kau akan melakukan yang terbaik setelahnya?
Lalu, akankah aku kerindukan semua tentangmu? Apakah kau masih memesan es
capucinno tiramisu-mu saat itu? But, for now, trust me, i am in love with
you, everyday! Terima kasih karena sudah bersedia aku miliki, untuk saat
ini….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar