Dia tiba dari balik kegelapan yang terhias oleh sedikit cahaya malam
dari bulan dan rasi bintang yang beraneka warna. Suara langkahnya yang
pelan tetap terdengar karena sunyinya sela di antara kami. Ujung-ujung
rambut ikalnya berayun tertiup nafasnya sendiri yang memburu karena
dinginnya malam, layaknya ujung jubah sihirku yang tertiup angin dari
bilik menara astronomi ini.
Aku tertawa menyambutnya datang. Dengan hangat aku menarik bahunya maju ke arah jendela. Dia tersenyum dan terenyuh, melihat apa yang sudah kusediakan. Dari sana setiap orang dapat melihat gugusan bintang berbicara satu sama lain. Bahkan bulan tampak menari dengan kawanan meteroit. Semua tak dapat dilihat oleh mata telanjang. Hanya kami, manusia, muggle, ataupun keturunan penyihir asli yg beruntung bisa ke menara ini; sebuah teropong bintang ajaib.
Dan matanya masih sibuk mengintip melalui lubang gelap ketika ia berkata: "Terima Kasih, George, atas malam yang istimewa ini." Dan aku terus memperhatikan siluet tubuhnya yang dibalut pakaian sihir dan meliuk-liuk mencari titip pandang yang tepat melalui teropongnya.
Tersadar bahwa waktu sudah mendekati mata fajar, aku tersentak atas kekagumanku dan menyentuh lengannya. "Pagi ini semua siswa Hogwarts akan kemari. Baiknya kita kembali ke asrama sebelum mereka melaporkan kita ke Dumbledore." Dia tampak belum terpuaskan, tapi menyadari keadaan. Dengan sigap kami berpegangan dan berjalan cepat, meninggalkan obrolan antara bintang-bulan-meteroit.
Sebelum menuruni ratusan anak tangga, dia berhenti dan mencegahku turun. Kedua tangannya merengkuh wajahku sebelum bibirnya dengan lembut membasahi milikku. Di bawah sisa sinar malam, dia mengucapkan terima kasih dengan caranya sendiri. Sialnya aku belum menguasai mantera yang dapat membuat waktu terhenti.
Aku tertawa menyambutnya datang. Dengan hangat aku menarik bahunya maju ke arah jendela. Dia tersenyum dan terenyuh, melihat apa yang sudah kusediakan. Dari sana setiap orang dapat melihat gugusan bintang berbicara satu sama lain. Bahkan bulan tampak menari dengan kawanan meteroit. Semua tak dapat dilihat oleh mata telanjang. Hanya kami, manusia, muggle, ataupun keturunan penyihir asli yg beruntung bisa ke menara ini; sebuah teropong bintang ajaib.
Dan matanya masih sibuk mengintip melalui lubang gelap ketika ia berkata: "Terima Kasih, George, atas malam yang istimewa ini." Dan aku terus memperhatikan siluet tubuhnya yang dibalut pakaian sihir dan meliuk-liuk mencari titip pandang yang tepat melalui teropongnya.
Tersadar bahwa waktu sudah mendekati mata fajar, aku tersentak atas kekagumanku dan menyentuh lengannya. "Pagi ini semua siswa Hogwarts akan kemari. Baiknya kita kembali ke asrama sebelum mereka melaporkan kita ke Dumbledore." Dia tampak belum terpuaskan, tapi menyadari keadaan. Dengan sigap kami berpegangan dan berjalan cepat, meninggalkan obrolan antara bintang-bulan-meteroit.
Sebelum menuruni ratusan anak tangga, dia berhenti dan mencegahku turun. Kedua tangannya merengkuh wajahku sebelum bibirnya dengan lembut membasahi milikku. Di bawah sisa sinar malam, dia mengucapkan terima kasih dengan caranya sendiri. Sialnya aku belum menguasai mantera yang dapat membuat waktu terhenti.
To: @nindasyahfi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar