Kau memanggil-manggilku turun dari kamarku menjumpaimu di halaman luar. Padahal, dari jendela kamar aku masih menikmati malam ini. Awan-awan yang cerah ditimpa cahaya bulan itu bergerak perlahan tertiup angin malam dan membuat kawanan bintang aneka warna muncul di baliknya. Kakiku tak ingin beranjak dari tempat ini hingga kulihat kau di bawah sana menikmati malam dengan caramu sendiri; menari dengan dibawa irama lembut dari musik yang kau putar. Sepatumu berdetak-detak di atas tanah lembut yang setengah basah karena hujan sore tadi. Hujan yang pada akhirnya menyisakan malam yang cerah, dan sebuah pelangi, yaitu dirimu sendiri bagiku.
Di bawah, aku pada akhirnya mengikuti langkahmu. Sedikit demi sedikit mempelajari jiwamu melalui gerakan tubuhmu. Melihat cahaya matamu dari bawah sinar bulan dan mengulas senyum. Kita mengalun, bergerak, dan menyisakan kebahagiaan untuk berdua. Kusentuh ruas-ruas jarimu agar dapat merasakan getaran dari dalam hatimu, mungkin tidak mudah. Tapi aku anggap bisa. Di malam ini, segala kesedihan lalu mungkin akan terhapuskan, dan jika harus berpisah denganmu pagi esok, setidaknya malam ini kau untukku sepenuhnya.
Perlahan, saat bulan mulai pucat dan sinarnya perlahan digantikan surya, aku sadar bahwa yang kusentuh darimu adalah rasa dingin. Bahkan, warna kulitmu yang kecoklatan tidak lagi berubah putih, namun bening. Lalu, tubuhmu pecah menjadi ribuan butir air. Tidak ada lagi musik yang berputar lembut dan tarian kita berdua. Sisa-sisa yang ada darimu hanya menjadi penghias di beberapa lembar daun yang tumbuh di sekitarku.
Selamat tinggal, Putri Embun.
Plain White T's - Rhytm Of Love
Tidak ada komentar:
Posting Komentar