Ketika tertidur, aku memilih gelap. Ketika sedih, akupun cenderung
mencari gelap untuk mencari ketenangan. Gelap layaknya obat sekaligus
pelindung dari segala kepenatan. Gelap bisa memberi sejuk dan sunyi yang
mengantarkan ke lelap. Namun, duduk di dalam bis kecil ini, aku melihat
jalanan gelap sebagai sesuatu yang ingin kuhindari. Malam ini, tak tahu
mengapa aku sudah terlanjur merasa sepi walau tanpa didahului kehadiran
gelap. Seperti sudah ada peringatan akan kehilangan. Sekarang aku
justru mencari terang dan ramai, agar aku dapat menyembunyikan gelisah
di balik mereka yang tak mengerti. Tapi setidaknya aku tidak sendiri.
Namun, aku terbangun sejenak dari lamunan yang satu menuju lamunan lain.
Kehadiranmu. Kau pernah menjadi temanku satu-satunya di saat aku merasa
sendiri, dan di saat lelah datang menguji rasa. Aku berandai bahwa tak
akan ada gelap yang menakutkan, bahkan selemah apa pun perasaanku saat
itu, apabila ada kau di sampingku. Mungkin kau menjadi teman sebelum
akhirnya kusadar kau adalah sinarnya hingga aku tak lagi takut, termasuk
saat ini ketika kita akan dipisahkan lagi oleh kepentingan waktu. Aku
berada di titik gelisah dan lemah yang menyatu. Menyadari bahwa semua
akan kuhadapi sendiri lagi. Namun, ingatan bahwa kita masih bisa
'bersama' untuk saling mengisi di kala dipisahkan jarak, bisa menjadi
titik penyembuh walau hati ini belum sepenuhnya kuat untuk melepasmu
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar